seputar-Jakarta | DPD RI menerima aspirasi dari dari kelompok masyarakat kawasan Danau Toba yang tergabung dalam Aliansi GERAK Tutup PT Toba Pulp Lestari (TPL). Hal ini sehubungan dengan keberadaan TPL yang dianggap menimbulkan dampak negatif kepada masyarakat adat.
Ketua Yayasan Percepatan Pembangunan Kawasan Danau Toba (YP2KT) Laurensius Manurung mengatakan tempat tinggalnya berjarak sekitar lima kilometer dari lokasi pabrik TPL. Dari tempat tinggalnya, tercium bau tak sedap dari limbah perusahaan.
“Jadi, baunya cemaran dari TPL, kami sudah merasakan. Bau sekali. Kami pun merasakan korban TPL, keponakan saya juga jadi korban,” ungkapnya dalam Pertemuan Wakil Ketua DPD dan Aliansi GERAK Tutup TPL di Senayan, Jakarta, Rabu (8/9/2021).
Laurensius menjelaskan sebelum TPL beroperasi di tahun 1987, pertanian di Kawasan pabrik sangat bagus. Setelah masuknya TPL (dulu bernama PT Inti Indorayon Utama) terjadi pencemaran lingkungan.
“Air bau busuk, pertanian rusak, produksi padi menurun, ternak mati. Bahkan atap rumah warga yang berbahan seng, keropos. Itulah yang kami alami,” terangnya.
Dalam kesempatan yang sama, Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Abdon Nababan menambahkan bahwa pemerintah telah mengembangkan pariwisata Danau Toba sebagai satu dari super prioritas destinasi Indonesia. Namun upaya tersebut akan sia-sia jika TPL tetap merusak alam.
“Siapa mau datang ke daerah yang bau begitu. Padahal Danau Toba memiliki energi terbarukan yaitu angin dan sungai-sungai, iklim terbaik, cocok memajukan perekonomian masyarakat kawasan Danau Toba tanpa TPL,” tegasnya.
Sementara itu Wakil Ketua DPD Sultan Bachtiar Najamudin merespons laporan tersebut. Ia mengaku akan memproses pengaduan dari Aliansi GERAK Tutup TPL.
“Saya rasa ini momentum DPD juga untuk membuktikan DPD bisa hadir, untuk menyelesaikan, untuk memberikan solusi. Bentuk keputusan DPD terhadap pengaduan bisa bentuknya rekomendasi. Ini lembaga politik, keputusannya berupa politik,” terang dia.
Ia mengatakan ketua DPD akan memberikan tugas kepada alat kelengkapan lembaga untuk melakukan berbagai langkah yang diperlukan.
“Bentuknya nanti banyak, bisa nanti dari laporan ini follow up-nya bisa memanggil para pihak, bisa juga nanti visit ke sana. Saya secara pribadi, ingin sekali (menutup TPL), kalau masih ada praktik (merugikan masyarakat adat), kalau ini masih terjadi dengan sebenar-benarnya,” lanjutnya.
Ia juga menjelaskan bahwa pihaknya bukan lembaga pengadilan. Sehingga, DPD hanya bisa memberikan rekomendasi secara politis kepada pihak terkait.
“Nanti akan dimulai, nanti mungkin akan visit ke sana (lokasi TPL). Saya minta juga empat anggota DPD ke sana bisa betul-betul bisa maksimal. Kami tidak bisa menyimpulkan, tidak bisa menjawab secara final, pasti begini, begini. Karena ini akan didalami lebih dulu, apa solusi terbaik dari permasalahan ini,” ujar dia.
Sementara itu, Sultan Bachtiar juga meminta perwakilan aliansi tersebut untuk melakukan audiensi dengan pemerintah daerah seperti bupati atau kepala daerah setempat karena pihak-pihak tersebut lebih dekat dengan lokasi TPL.
“Jadi AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) itu menjadi rekomendasi dari sana. Harus ada keterlibatan pemda. Tidak bisa sentralistis izinnya dari sini (DPD) semua,” ungkap Sultan Bachtiar.
Senator asal Bengkulu ini berharap bahwa kawasan danau yang akan menjadi destinasi wisata super prioritas harus menjadi bagian dalam aspirasi kelompok masyarakat Danau Toba. (detik)