seputar-Medan | Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Agustus 2024 telah mengenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha Perusahaan Efek sebagai Manajer Investasi atas nama PT Indosterling Aset Manajemen serta sanksi administratif berupa denda atas kasus kepada 1 Perusahaan Efek, 2 Emiten, 1 Penilai dan 2 Pihak lainnnya sebesar Rp5.61 Miliar.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi mengatakan, OJK kini tengah menyusun ketentuan terkait industri pasar modal yakni RPOJK pengendalian internal dan perilaku perusahaan efek.
Kedua yakni RPOJK, pengembangan dan penguatan pengelolaan investasi sebagai tindak lanjut UUD P2SK. Tiga yakni laporan untuk peningkatan kualitas pelayanan pengelolaan data secara terintergrasi dan transparan.
“Serta RPOJK bank umum sebagai kustodian untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan pengelolaan data secara terintegrasi dan transparan,” kata Inarno dalam RDKB OJK, Jumat (06/09/2024).
Inarno juga membeberkan OJK menyusun pedoman internal untuk memperkuat pengawasan kepada perusahaan efek dan industri pada pengelolaan investasi.
Di Pasar Saham IHSG Menguat
Inarno menambahkan, di pasar saham, IHSG menguat 5,72 persen mtd pada 30 Agustus 2024 ke level 7.670,73 (ytd: menguat 5,47 persen), dengan nilai kapitalisasi pasar sebesar Rp13.114 triliun atau naik 6,29 persen mtd (12,34 persen ytd), serta non-resident mencatatkan net buy Rp28,77 triliun mtd (ytd: net buy Rp27,73 triliun).
Secara mtd, sebut Inarno, penguatan terjadi di hampir seluruh sektor dengan penguatan terbesar di sektor consumer non-cyclicals dan property & real estate. Di sisi likuiditas transaksi, rata-rata nilai transaksi harian pasar saham tercatat Rp12,70 triliun ytd.
“Tren penguatan ini mendorong IHSG mencetak all time high pada Agustus dengan rekor tertinggi pada 30 Agustus di level 7.670,73, dan melanjutkan rekor all time high di September 2024,”ungkap Inarno.
Kemudian di pasar obligasi, indeks pasar obligasi ICBI menguat 1,71 persen mtd (naik 4,41 persen ytd) ke level 391,14, dengan yield SBN rata-rata turun 22,75 bps (ytd: naik 3,12 bps) dan non-resident mencatatkan net buy sebesar Rp39,24 triliun mtd (ytd: net buy Rp10,25 triliun). Untuk pasar obligasi korporasi, investor non-resident
mencatatkan net sell sebesar Rp0,20 triliun mtd (ytd: net sell Rp2,47 triliun).
Di industri pengelolaan investasi, nilai Asset Under Management (AUM) tercatat sebesar Rp841,37 triliun (naik 1,34 persen mtd atau 2,02 persen ytd), dengan Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksa dana tercatat sebesar Rp498,40 triliun atau naik 1,38 persen mtd (ytd: turun 0,61 persen) dan tercatat net subscription sebesar Rp1,42 triliun mtd (ytd: net redemption Rp11,11 triliun).
Penghimpunan dana di pasar modal masih dalam tren yang positif, tercatat nilai Penawaran Umum mencapai Rp135,25 triliun di mana Rp4,39 triliun di antaranya merupakan fundraising dari 28 emiten baru.
“Sementara itu, masih terdapat 116 pipeline Penawaran Umum dengan perkiraan nilai indikatif sebesar Rp41,72 triliun,”tutur Inarno.
Untuk penggalangan dana pada Securities Crowdfunding (SCF), sejak pemberlakuan ketentuan SCF, hingga 30 Agustus 2024 telah terdapat 17 penyelenggara yang telah mendapatkan izin dari OJK dengan 604 penerbitan Efek, 161.690 pemodal, dan total dana SCF yang dihimpun dan teradministrasi di KSEI sebesar Rp1,18 triliun.
Pada Bursa Karbon, sejak diluncurkan pada 26 September 2023 hingga 30 Agustus 2024, tercatat 75 pengguna jasa yang mendapatkan izin dengan total volume sebesar 613.717 tCO2e dan akumulasi nilai sebesar Rp37,05 miliar, dengan rincian nilai transaksi 26,73 persen di Pasar Reguler, 23,19 persen di Pasar Negosiasi, 49,88 persen di Pasar Lelang, dan 0,21 persen di marketplace.
Ke depan, potensi Bursa Karbon masih sangat besar mempertimbangkan terdapat 3.938 pendaftar yang tercatat di Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI) dan tingginya potensi unit karbon yang dapat ditawarkan.(Siong)