seputar-Jakarta | Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto mengimbau masyarakat waspada modus mafia tanah dalam beraksi.
Ketidaktahuan masyarakat mendeteksi gelagat mafia tanah kerap menjadi pintu masuk munculnya kejahatan pertanahan hingga akhirnya banyak yang menjadi korban.
Hadi pun mengungkap ciri-ciri tanah warga yang menjadi incaran mafia. Pertama, mafia tanah cenderung mengincar daerah yang memiliki harga jual tanah menjanjikan atau tinggi.
“Para oknum mafia tanah ini biasanya mengincar daerah yang memiliki harga tanah yang tinggi,” jelasnya mengutip dari Kompas.com, Senin (12/12/2022).
Kedua, tanah yang menjadi incaran para mafia adalah tanah yang bersengketa dan tanah yang belum didaftarkan ke instansi berwenang alias tidak memiliki sertifikat.
Oleh karena itu, Hadi mengajak seluruh masyarakat untuk segera mendaftarkan tanahnya agar bisa mencegah peluang timbulnya kejahatan pertanahan dan modus-modus mafia tanah pada kemudian hari.
Bahkan kalau perlu dibentuk dasar hukum yang dapat mendukung percepatan penyelesaian permasalahan tanah, sehingga dapat menjadi pembelajaran serta landasan bersama untuk ke depannya.
Hadi saat berbicara dalam Rapat Koordinasi Pencegahan dan Penyelesaian Kejahatan Pertanahan, pada Rabu (7/12/2022), juga kembali mengingatkan kepada masyarakat bahwa terdapat 5 oknum mafia tanah yang harus terus diwaspadai.
Kelima oknum mafia tanah tersebut meliputi oknum pegawai BPN, oknum pengacara, oknum camat, oknum notaris/PPAT, dan oknum kepala desa.
Berbagai cara dilakukan oknum-oknum mafia tanah itu dalam menjalankan aksinya. Antara lain seperti menghilangkan warkah tanah, memalsukan dokumen alas hak, merekayasa perkara di pengadilan, dan sebagainya.
“Kelima oknum tersebut tidak akan berhasil tujuannya tanpa adanya bantuan dari mafia peradilan yaitu oknum polisi, oknum jaksa, serta oknum hakim,” imbuh Hadi.
Oleh karena itu, Kementerian ATR/BPN sudah bekerja sama dan membuat nota kesepahaman dengan Kepolisian hingga Kejaksaan Agung untuk menekan ruang gerak aksi mafia tanah.
“Kementerian ATR/BPN juga turut membentuk Tim Satgas Pencegahan dan Penanganan Kejahatan Pertanahan di tingkat Kementerian serta Kantor Wilayah,” jelasnya.
Tanah Kosong
Selain dua ciri yang disebut Menteri ATR/Kepala BPN Hadi Tjahjanto di atas, lokasi tanah yang juga rawan menjadi incaran mafia adalah tanah kosong yang tidak dijaga.
Hal ini sebagaimana pernah disampaikan Subdit Harda Ditreskrimum Polda Metro Jaya ketika mengungkap adanya 30 tersangka mafia tanah dari laporan warga sejak 2020, di mana salah satu sasaran mafia tanah adalah lahan kosong yang tak dijaga.
“Target-targetnya ini perlu diwaspadai, biasanya adalah lahan-lahan kosong yang tidak dijaga dan tidak dipasang plang,” ujar Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Senin (18/7/2022).
Hengki mengungkapkan setidaknya ada lima modus yang kerap dilakukan mafia tanah dalam perampasan tanah. Empat di antaranya modus operandi baru.
Modus pertama yang acap kali dilakukan adalah menciptakan figur peran pengganti seolah-olah mewakili keluarga korban. Modus ini seperti dialami keluarga artis Nirina Zubir.
“Ini modus klasik yaitu sebagai contoh yang dialami oleh keluarga Nirina Zubir. Di mana sindikasi ini ciptakan figur seolah ada peran pengganti terhadap keluarga Nirina Zubir,” jelas Hengki.
“Terjadi peralihan hak lalu dibuat surat palsu, dibuat akta peralihan hak dan beralih surat tersebut. Makanya ada notaris yang kami tangkap dalam proses ini,” tambahnya.
Modus kedua yang dilakukan pelaku biasanya menentukan target lahan. Hengki menyebut lahan-lahan kosong milik pemerintah dan pribadi yang tidak dijaga menjadi sasaran pelaku.
Peran dari oknum pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) hingga kelurahan dan kecamatan bermain dalam modus ini. Bersama ketiga elemen pejabat itu para mafia tanah menciptakan Akta Jual Beli (AJB) dan akta peralihan untuk digugat di PTUN.
Modus ketiga, lanjut Hengki, mirip dengan modus kedua. Namun, dalam hal ini, lahan yang telah diincar pelaku tidak memiliki sertifikat.
“Lalu dibuat pembanding dan ini terhadap tanah yang belum bersertifikat. Lalu dibuat girik palsu, akta palsu, akta peralihan dan diajukan penerbitan sertifikat. Jadi yang terjadi penguasaan lahan secara tidak sah,” ucap Hengki.
Menurut Hengki, dalam kasus ini, peran oknum pejabat BPN pun terlibat. Para pejabat BPN biasanya melakukan tindakan pengukuran bidang yang sedari awal diniatkan keliru.
“Di sini peranan oknum BPN membuat gambar ukur dan peta bidang yang palsu. Di sini terkadang ini ada pendapat salah SOP, salah administrasi. Tapi dalam penyelidikan kami di dalamnya ada mens rea, ada niat jahat sengaja membuat peta bidang yang overlap,” jelas Hengki ketika itu. (kompas/detikcom/gus)