seputar-Jakarta | Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyatakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat bakal berdampak pada upah minimum buruh pada tahun 2022.
Said mengatakan upah minimum provinsi 2022 yang hanya naik di kisaran 1,09 persen itu menyesuaikan aturan turunan UU Cipta Kerja, yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Oleh karena itu, Said meminta seluruh kepala daerah di Indonesia harus mencabut sejumlah aturan dan ketetapan UMP 2022. Ia menegaskan masalah penetapan upah 2022 harus kembali mengacu kepada UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan PP 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
“KSPI meminta kepada seluruh gubernur di Indonesia, bupati wali kota, dalam menetapkan upah minimum, baik UMP atau UMK 2022 harus kembali mengacu kepada UU 13 tahun 2003 dan PP 78 tahun 2015,” kata Said dalam konferensi pers, Kamis (25/11/2021).
Ia mengatakan seluruh gubernur di Indonesia wajib mencabut surat keputusan terkait UMP. Hal ini termasuk Gubernur Anies Baswedan.
“Termasuk Gubernur DKI Jakarta Bapak Anies Baswedan harus mencabut terkait SK UMP 2022,” imbuhnya.
Lebih lanjut, KSPI meminta agar kenaikan upah berkisar 4-5 persen, baik itu untuk UMP maupun UMK. Menurut dia, angka 4-5 persen itu sudah kompromi dari tuntutan sebelumnya 10 persen.
Ia meminta pemerintah menaati putusan MK tersebut. Dengan demikian, kata dia, UU 13/2003 dan PP 78/2015 harus kembali dihidupkan.
“Kami minta kepada pemerintah dalam hal ini menteri terkait, teman-teman pengusaha, harus taat kepada hukum, mengembalikan semua ketenagakerjaan ke UU 13/2003,” tuturnya.
MK sebelumnya memutuskan bahwa UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional secara bersyarat. Putusan itu dibacakan oleh ketua MK Anwar Usman dalam sidang uji formil UU Cipta Kerja.
Dalam pertimbangannya, MK menilai metode penggabungan atau omnibus law dalam UU Cipta Kerja tidak jelas apakah metode tersebut merupakan pembuatan UU baru atau melakukan revisi. Selain itu, MK menilai bahwa pembentukan UU Cipta Kerja tidak memenuhi asas keterbukaan publik.
Aturan turunan tetap berlaku
Namun Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan aturan pelaksana UU Ciptaker tetap berlaku.
Pasalnya, sesuai putusan MK, UU Ciptaker masih berlaku secara konstitusional selama dilakukan perbaikan pada UU sapu jagad tersebut.
Dalam hal ini, MK mengamanatkan pemerintah memperbaiki beleid dengan tenggat waktu maksimal 2 tahun dari sejak ditetapkan.
“Dengan demikian, peraturan perundangan yang telah diberlakukan untuk melaksanakan UU Cipta Kerja tetap berlaku,” jelas Airlangga pada konferensi pers, Kamis (25/11).
Sebagai catatan, pemerintah sudah merilis setidaknya 49 aturan pelaksana UU Ciptaker.
Ia menambahkan bahwa pemerintah menghormati seluruh putusan MK, termasuk tidak menerbitkan peraturan baru yang bersifat strategis sampai dengan perbaikan uu dirampungkan.
Pemerintah juga akan menindaklanjuti putusan dimaksud dengan menyiapkan perbaikan UU dan melaksanakan arahan MK sebaik-baiknya. (cnnindonesia)