seputar – Jakarta | Menko Maritim dan Investasi (Marves), Luhut Binsar Pandjaitan, menyebutkan mengapa KPK terus memamerkan operasi tangkap tangan (OTT). Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta agar Luhut tidak asal bicara mengenai tindakan OTT oleh KPK.
“ICW berharap kepada saudara Luhut agar tidak asal bicara. Jika kurang memahami suatu isu, lebih baik untuk belajar terlebih dahulu,” kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, Selasa (18/7/2023).
Bagi ICW, penindakan dan pencegahan kasus korupsi memiliki tingkat penting yang sama. Tidak ada proses yang lebih penting daripada proses lainnya.
“ICW menyarankan kepada Saudara Luhut Binsar Pandjaitan untuk lebih giat membaca literatur mengenai pemberantasan korupsi. Sebab, apa yang ia sampaikan mengenai upaya penindakan sebagai langkah terakhir, sepenuhnya keliru. Pemberantasan korupsi tidak bisa dipandang hanya mengedepankan pencegahan, namun harus berjalan beriringan dengan penindakan,” katanya.
Menurut Kurnia, OTT adalah proses hukum yang dijamin oleh undang-undang. Dia mengaku tidak memahami maksud Luhut dalam pernyataannya yang menyebutkan “drama” dalam penindakan kasus.
“ICW juga tidak paham apa yang Saudara Luhut maksudkan dengan kata ‘drama’ dalam penindakan korupsi. Sebab, upaya penindakan adalah proses hukum yang dijamin oleh peraturan perundang-undangan. Apalagi, muara penindakan adalah proses persidangan. Apakah yang ia maksudkan dengan ‘drama’ adalah proses hukum di hadapan persidangan? Jika itu yang ia maksudkan, maka Saudara Luhut telah melecehkan hukum,” ucapnya.
Bagi ICW, penanganan korupsi di Indonesia sedang dalam fase yang mengkhawatirkan. Hal tersebut ditandai dengan anjloknya indeks persepsi korupsi Indonesia pada tahun 2022, serta berbagai masalah di internal KPK.
“Indeks Persepsi Korupsi anjlok pada tahun 2022, dari 38 menjadi 34. Selain itu, masyarakat sudah tidak lagi mempercayai KPK yang saudara Luhut banggakan. Lagipula, apa yang dibanggakan? Kualitas penindakan yang buruk, jumlahnya yang sedikit, dan rentetan pelanggaran kode etik baik oleh pimpinan maupun pegawai, yang terjadi secara bergantian,” katanya.
Sebelumnya, Luhut berbicara mengenai OTT yang dilakukan oleh KPK. Luhut berpendapat bahwa semakin sedikit OTT yang dilakukan, menunjukkan bahwa kinerja KPK semakin baik.
“Kalau tidak ada OTT, malah lebih baik. Berarti upaya pencegahan lebih baik,” kata Luhut di KPK, Jakarta Selatan, Selasa (18/7).
Hingga saat ini, KPK baru melakukan tiga kali OTT. Luhut menyambut antusias sistem penegakan hukum yang sedang berlangsung di KPK.
Dia merasa heran bahwa penindakan korupsi di Indonesia masih dipamerkan dengan banyaknya kegiatan operasi tangkap tangan.
“Memang seharusnya tidak perlu terlalu sering melakukan OTT. Mengapa kita harus memamerkan OTT-OTT seperti itu? OTT sebesar 50 juta, 100 juta. Apakah kita tidak pernah membicarakan berapa jumlah uang yang telah mereka selamatkan dalam triliunan?” jelas Luhut.
Secara khusus, Luhut juga memuji kinerja Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan. Dia mengapresiasi sistem pencegahan yang telah disusun oleh Pahala di KPK.
“Pahala bekerja sama dengan saya. Saya melaporkan kepada Presiden bahwa kerja Pahala dan Firli ini sangat baik dan patut diapresiasi. Menurut saya, mereka berdua telah melakukan pekerjaan yang luar biasa,” ujar Luhut. (detik)