seputar-Jakarta | Wakil ketua umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas meminta agar pemerintah dan aparat kepolisian cepat tanggap untuk merespons kasus-kasus yang menyangkut dugaan penistaan agama di Indonesia.
Hal itu ia sampaikan merespons tindakan Irjen Napoleon yang diduga melakukan penganiayaan terhadap tersangka penistaan agama, Muhamad Kosman alias Muhammad Kace saat sama-sama ditahan di dalam Rutan Bareskrim Polri.
“Kita mengharapkan agar negara dan para penegak hukum hendaknya benar-benar cepat tanggap bila ada masalah-masalah yang menyangkut pelecehan-pelecehan terhadap masalah agama,” kata Anwar dalam keterangan resminya, Senin (20/9/2021).
Anwar menilai insiden Napoleon dan Kace ini harus disadari dan diambil pelajaran bahwa persoalan agama merupakan sesuatu yang sensitif.
Karenanya, ia menilai sangat penting isu ini diperhatikan oleh pemerintah dan aparat keamanan agar persatuan Indonesia tak dirusak ke depannya.
“Ini penting dilakukan dan untuk menjadi perhatian kita semua agar persatuan dan kesatuan sebagai warga bangsa tidak rusak dan dirusak oleh sikap dan perbuatan dari orang seorang atau segelintir orang,” kata Anwar.
Lebih lanjut, Anwar juga berpendapat Napoleon pasti mengerti soal hukum meski bertindak sedemikian rupa. Ia menduga hal demikian karena memiliki batas kesabarannya bila keimanannya diganggu oleh orang lain.
“Karena keimanannya diganggu dan diremehkan apalagi setelah melihat sikap si pelaku yang mencla-mencle dan tidak mau mengakui kesalahannya, bahkan terkesan arogan serta memang punya niat tidak baik maka Napoleon pun bertindak,” kata dia.
Sebelumnya, Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto mengatakan bahwa pemukulan terhadap Kace oleh Napoleon terjadi saat Kace baru masuk ke tahanan. Perkara ini sudah masuk tahap penyidikan oleh pihak kepolisian.
Irjen Napoleon Bonaparte sendiri sudah buka suara usai keterlibatannya dalam penganiayaan terhadap tersangka penistaan agama, Muhamad Kosman alias Muhammad Kace saat mendekam di Rutan Bareskrim Polri.
Perwira tinggi Polri yang menjadi terdakwa dalam kasus penerimaan suap pengurusan red notice buronan Djoko Tjandra itu mengatakan bahwa pemukulan dilakukan karena merasa kecewa dengan konten-konten Kace yang menyinggung Islam.
Ia menceritakan bahwa dirinya di dilahirkan sebagai seorang muslim dan dibesarkan dalam ketaatan agama Islam yang Rahmatan lil alamin.
“Siapapun bisa menghina saya, tapi tidak terhadap Allahku, Al-Quran, Rasulullah SAW dan aqidah Islamku, karenanya saya bersumpah akan melakukan tindakan terukur apapun kepada siapa saja yang berani melakukannya,” kata Napoleon dalam suratnya.
Menurutnya, konten-konten yang dibuatnya di YouTube membahayakan persatuan, kesatuan dan kerukunan umat beragama. Hal itu menjadi salah satu alasan dirinya melakukan penganiayaan meski Kace kini telah diproses hukum oleh kepolisian.
Di lain sisi, Napoleon merasa kecewa dengan pemerintah yang belum seluruh menghapus konten-konten Kace yang terpublikasi di media sosial.
Meski demikian, ia menyatakan siap untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya itu.
“Akhirnya, saya akan mempertanggungjawabkan semua tindakan saya terhadap Kace apapun resikonya,” tulisnya lagi.
Kasus ini telah bergulir di kepolisian. Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri memproses laporan yang dibuat oleh Kace pada 26 Agustus 2021 lalu dengan terlapor Napoleon Bonaparte.
Kini, perkara sudah ditingkatkan menjadi penyidikan. Artinya, kepolisian menemukan dugaan pelanggaran pidana dalam peristiwa tersebut. Hanya saja, belum ada tersangka yang dijerat.
“Kasusnya adalah pelapor melaporkan bahwa dirinya telah mendapat penganiayaan dari orang yang saat ini jadi tahanan di Bareskrim Polri,” ujar Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono dalam jumpa pers di kantornya, Jumat (17/9).
Sementara Napoleon menjalani penahanan buntut vonis 4 tahun penjara karena menerima suap sebesar Sin$200 ribu atau sekitar Rp2.145.743.167 dan US$370 ribu atau sekitar Rp5.148.180.000 dari terpidana korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra. (cnnindonesia)