seputar-Jakarta | Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mencatat 15 kasus hepatisis akut misterius di temukan di Indonesia. Kasus tersebut ditemukan sejak 27 April 2022.
“Tanggal 27 April, Indonesia menemukan tiga kasus di Jakarta dan kita keluarkan edaran agar semua rumah sakit dan dinsos melakukan surveillance. Sampai sekarang di Indonesia ada 15 kasus,” kata Budi dalam keterangan resmi, Senin (9/5/2022).
Kementerian Kesehatan saat ini tengah melakukan koordinasi dan diskusi dengan WHO dan beberapa negara di Eropa untuk mencari tahu penyebab penyakit misterius tersebut.
“Kesimpulannya belum bisa dipastikan virus apa yang 100 persen menyebabkan adanya hepatitis akut ini. Penelitian dilakukan bersama-sama agar bisa dideteksi cepat penyakit ini,” jelasnya.
“Kemungkinan besar adalah Adenovirus 41 tapi ada juga banyak kasus yang tak ada Adenovirus 41 ini. Masih dicari penyebabnya,” imbuhnya.
Ditanggung BPJS Kesehatan
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menunjuk Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso, Jakarta Utara, sebagai fasilitas kesehatan rujukan untuk kasus infeksi hepatitis akut misterius.
Muhadjir sekaligus memastikan seluruh biaya penanganan rumah sakit terhadap pasien anak bergejala Ichterus (penyakit kuning) dan Hepatitis akan ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Hal itu lantaran kasus hepatitis misterius sejauh ini menunjukkan gejala mirip penyakit kuning.
Muhadjir juga menginstruksikan agar pasien hepatitis maupun gejala kuning segera dirujuk ke fasilitas rumah sakit tipe A untuk percepatan penanganan. Ia juga mengingatkan masyarakat bahwa gejala kuning pada area mata maupun badan serta kondisi pasien hilang sadar merupakan gejala yang timbul saat penyakit hepatitis sudah berat.
“Apabila terjadi eskalasi situasi, kemudian dinyatakan sebagai kondisi tertentu, kejadian luar biasa atau wabah atau darurat bencana nonalam, maka biaya perawatannya bisa ‘dicover’ oleh pemerintah,” kata Muhadjir saat dikonfirmasi Antara, Senin (9/5).
Muhadjir juga menginstruksikan agar pasien hepatitis maupun gejala kuning segera dirujuk ke fasilitas rumah sakit tipe A untuk percepatan penanganan. Ia juga mengingatkan masyarakat bahwa gejala kuning pada area mata maupun badan serta kondisi pasien hilang sadar merupakan gejala yang timbul saat penyakit hepatitis sudah berat.
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu menambahkan, bayi yang lahir dengan kondisi mirip penyakit kuning belum tentu hepatitis. Sebab menurutnya, gejala kuning pada bayi bisa terjadi secara fisiologis atau patologis yang perlu pemeriksaan lebih lanjut oleh dokter.
Dihubungi terpisah, Sekretaris Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kemenkes Siti Nadia Tarmizi menyebut biaya pemeriksaan laboratorium whole genome sequencing (WGS) pada pasien anak dengan gejala hepatitis akut bergejala berat juga sepenuhnya akan ditanggung pemerintah.
“Kalau WGS-nya pemerintah yang tanggung, kalau terkait pemeriksaan hepatitis lainnya sesuai mekanisme pembiayaan kesehatan yang ada,” kata Nadia.
Nadia juga mencatat saat ini terdapat empat kasus kematian anak-anak yang diduga akibat terinfeksi hepatitis misterius. Namun karena pihaknya masih melakukan investigasi, sehingga keempat kasus kematian itu masih dikategorikan pending klasifikasi.
Keempat kasus kematian pada anak-anak itu menunjukkan gejala yang hampir sama. Di antaranya mirip gejala penyakit kuning. Kemudian demam, diare, urine berwarna lebih pekat dan feses berwarna pucat.
Oleh sebab itu, Nadia mewanti-wanti warga harus mulai sadar mencegah penularan hepatitis misterius. Salah satunya penularan melalui saluran pernapasan bisa dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan Covid-19, seperti memakai masker, menjaga jarak, dan mengurangi mobilitas.
Sementara mencegah penularan lewat saluran cerna dilakukan dengan cara memastikan kebersihan makanan dan minuman yang dikonsumsi. Ia juga menyarankan, sebaiknya masyarakat menghindari membeli makanan dan minuman dari luar. (cnnindonesia/antara)