seputar-Jakarta | Menteri Koordinator Bidang Hukum Politik dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengungkapkan pengalamannya ketika diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) Novel Baswedan. Mahfud mengaku pernah diperiksa sebagai saksi oleh Novel.
Mahfud mengaku saat itu dirinya diperiksa terkait perkara korupsi yang tengah ditangani oleh Novel pada 2014 lalu. Dalam pemeriksaan itu, ia mengaku hanya diperiksa 15 menit oleh Novel.
“Saya dengan Pak Novel Baswedan, baik. Waktu saya Ketua MK, saya datang ke dia. Ketika katanya ada kasus korupsi, saya datang periksa. Saya diperiksa hanya tidak lebih dari 15 menit,” ucap Mahfud dalam dialog dengan guru besar UGM, yang disiarkan secara virtual, Sabtu (5/6/2021).
Usai pemeriksaan yang berjalan singkat itu, Mahfud mengatakan saat itu Novel memujinya. “Kalau semua pemimpin negara seperti bapak semua beres negara ini.” kata Mahfud menirukan ucapan Novel saat itu.
Mendengar hal itu, Mahfud lantas membalas bahwa jika dirinya menjadi presiden, bakal menjadikan Novel sebagai Jaksa Agung.
“Saya bilang ‘kalau saya jadi presiden Anda Jaksa Agung. Saya bilang begitu. Waktu itu,” ucap Mahfud.
Sebagaimana diketahui, Novel Baswedan termasuk dalam 75 pegawai KPK yang tak lolos tes wawasan kebangsaan dalam rangka alih status menjadi aparat sipil negara. (ASN). Namun dalam perjalanannya, dari 75 pegawai tak lolos tersebut, 24 di antaranya diberikan pembinaan lagi.
Kasus BLBI
Mahfud MD juga berbicara soal kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) saat menghadiri dialog terkait perkembangan Polhukam di Indonesia bersama pimpinan perguruan tinggi se-DIY tersebut.
Mulanya, Mahfud menceritakan, ada masyarakat yang menuding pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sengaja mendiamkan kasus BLBI hingga puluhan tahun. Padahal, kata Mahfud, Jokowi baru menjabat sebagai Presiden RI selama enam tahun. Menurutnya, Presiden Jokowi sebenarnya hanya kebagian limbah yang harus diselesaikan.
“Orang harus paham ini, agar tidak selalu menyalahkan pemerintah ini kok diam aja, pemerintah tuh goblok, kok BLBI dibiarkan berjalan begitu lama sampai 20 tahun. Lah saya bilang, Pak Jokowi baru jadi Presiden enam tahun, saya baru jadi menteri 1 tahun,” kata Mahfud yang disiarkan dalam akun YouTube milik Universitas Gadjah Mada.
“Jadi kalau 20 tahun itu, 16 tahun sebelumnya itu bukan urusan kita. Kita justru diwarisi limbah yang harus diselesaikan. BLBI itu pak,” imbuhnya.
Dibeberkan Mahfud, pada 2004, sebenarnya sudah ada keputusan untuk melakukan release and discharge atau jaminan pembebasan hukuman bagi debitur yang melunasi utangnya. Kemudian, pada 2002 dikeluarkan aturan tersebut.
“Nah, ada orang ngaku punya utang, ‘ya saya punya utang sekian ke negara karena waktu dulu bank saya mau mati, dikasih uang. Ngaku utang, sudah dicatat,” sambungnya.
Lantas, sambung Mahfud, ada pihak yang memprotes bahwa pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) terhadap obligor BDNI, Sjamsul Nursalim, terdapat unsur korupsinya. Alhasil, dugaan korupsi tersebut diusut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga dibawa ke pengadilan.
“Betul korupsi kata hakim Pengadilan Negeri, naik banding dia, betul korupsi kata hakim Pengadilan Tinggi, tapi begitu sampai di Mahkamah Agung, bebas. Lalu yang disalahkan pemerintah, orang koruptor kok dibebaskan, loh yang bebaskan itu pengadilan. Kita kan enggak boleh masuk ke ranah pengadilan,” ungkapnya. (okezone)