seputar – Medan | Pusat Monitoring Politik dan Hukum Indonesia (PMPHI) Sumatera Utara semakin curiga kepada Ombudsman, Komnas HAM, Kelompok mantan Pimpinan KPK yang mengaku para pakar. Kelompok-kelompok yang tidak mengakui pengadilan hanya karena kepentingan pribadi orang yang mereka dewakan di KPK, yaitu staf yang tidak memenuhi syarat/tidak lulus oleh BKN.
“Awalnya semua kelompok-kelompok itu mengakui dan menuruti peraturan atau UU yang baru di KPK dan memohon serta mengakui MK, MA. Tapi karena tidak sesuai dengan keinginan mereka, mereka terus mendesak dan menggiring Presiden melakukan pelanggaran untuk tidak mengakui putusan MK, MA dan tidak mengakui UU KPK yang dilaksanakan BKN dan Pimpinan KPK,” ujar Drs Gandi Parapat selaku Koordinator Wilayah (Korwil) PMPHI Sumut, Rabu (22/09/2021) pagi setelah selesai swab persiapan pulang ke Medan kepada media, di Jakarta.
Menurut Gandi dalam siaran persnya yang diterima melalui pesan WhatsApp (WA) di Medan, mereka itu terus menciptakan celah agar Firli Ketua KPK terjebak dan memaksa Presiden melakukan kejahatan mengaktifkan yang tidak mampu/tidak lulus, seperti membanding-bandingkan masa SBY, “Cicak melawan Buaya”.
“Presiden Jokowi sangat paham posisi dan tugasnya, mengakui, menghormati MK, MA. Jadi putusan MK, MA diakui Presiden tapi oleh kelompok-kelompok tersebut tidak mengakui. Ini bisa dikatakan kejahatan atau kedunguan seperti yang biasa diungkapkan Rocky. Mereka membuat kantor KPK. Sementara jelas ini mengganggu dan merugikan negara,” sebut Gandi.
Pimpinan, Ketua KPK, kata Gandi, sangat paham tugas dan tanggungjawab menjalankan UU. Setelah putusan MK, MA, pimpinan KPK menerbitkan Surat Keputusan 30 September 2021 kepada yang tidak lulus oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN), yang tidak bisa lagi ditolong untuk menjadi staf atau pembantu pimpinan KPK. Kelompok-kelompok itu masih ribut terus beraksi. Banyak kali desakan ke Pimpinan KPK, seperti untuk cepat membuat seseorang tersangka dan ditahan.
“Pimpinan KPK yang sekarang jelas-jelas berbobot dan sangat taat kepada UU yang mengaturnya. Kalau Firli tidak melaksanakan perintah UU, misalnya masalah desakan mentersangkakan seseorang kemungkinan sudah habis dia. Coba kita ingat seorang yang dipaksakan KPK menjadi tersangka, oleh pengadilan atau hukum, UU, tidak tersangka dan bebas dia. Kalau orang tersebut menuntut haknya mengadukan KPK atau yang membuat dia tersangka, kami yakini mereka akan terpidana,” tegas Gandi.
Gandi mempertanyakan, kenapa kelompok-kelompok itu tidak mendukung kinerja yang baik. Pimpinan KPK sudah terlalu baik mencari pekerjaan atau mencoba membantu yang tidak Lulus itu, sebaiknya di saat putusan MK, MA saat itu juga keluar pemutusan hubungan kepada mereka. Namun masih diberi waktu manatahu ada cara untuk membantu mereka yang merasa memiliki KPK itu.
“Para pemain yang tidak tau malu itu menghubungkan ke G30/S/PKI. Kami sangat yakin itu tidak ada hubungan. Kami akan tetap mengawal KPK dan mendukung agar tetap semangat berprestasi serta menjaga Presiden agar tidak terjerumus oleh Komnas HAM, Ombudsman dan pihak atau kelompok lain. Masalah desakan mengaktifkan yang gagal melanggar putusan MK, MA,” tutup Gandi.(RIL)