seputar – Jakarta | Pembelajaran Tatap Muka (PTM) kini sudah berlangsung di sekolah sejumlah daerah. Namun lantaran disebut berpotensi menciptakan klaster baru COVID-19, aktivitas ini menuai kekhawatiran banyak pihak, termasuk soal risiko peningkatan kasus COVID-19 pada anak. Jika PTM tetap diberlangsungkan, adakah risiko untuk menekan risiko anak tertular Corona?
Dokter spesialis anak konsultan pencernaan anak, Dr dr Ariani Dewi Widodo, SpA(K), menegaskan sekolah harus mengupayakan proteksi untuk anak-anak seiring PTM. Misalnya, melalui optimalisasi fasilitas sekolah.
“Kalau saat proses pembelajaran terutama untuk anak-anak belum bisa vaksin, usia SD ke bawah, maka sekolah perlu mempertimbangkan kapasitas kelas,” terangnya.
“Kemudian sirkulasi udara apabila ruang kelas terbuka, jendela selalu dibuka. Itu akan memperkecil peningkatan penularan,” sambungnya.
Menurutnya, mengacu pada aktivitas belajar dari rumah yang sudah berlangsung selama pandemi COVID-19, anak-anak terbukti bisa belajar dan mengerjakan tugas sekolah dari rumah.
VDO.AI
Dengan begitu demi meminimalkan risiko penularan, ada baiknya frekuensi dan durasi waktu anak-anak di sekolah dibatasi, digantikan dengan pembelajaran dari rumah.
“Durasi belajar. Apabila sekolah tatap muka, kalau bisa jangan lama-lama. Toh sekarang anak-anak sudah mampu mengerjakan tugas secara daring. Bisa sekolah sebenarnya untuk hal-hal yang harus dilakukan tatap muka. Sisanya, bisa dilakukan di rumah. Tidak perlu anak bersama-sama di kelas,” pungkas dr Ariani.
Anak-anak kecipratan perlindungan vaksin COVID-19
Menurutnya, anak-anak berusia di bawah 12 tahun ke bawah yang belum bisa menerima vaksin COVID-19 bisa ikut terlindungi dari kekebalan kelompok yang terbentuk dari vaksinasi pada usia 12 tahun ke atas. Maka itu juga sebagai upaya melindungi anak-anak beraktivitas PTM, vaksinasi COVID-19 pada orang-orang yang bisa menerima vaksin perlu digencarkan.
“Itulah pentingnya kita perlu divaksinasi apabila kita bisa, supaya kita tidak hanya melindungi diri sendiri, tetap juga melindungi orang-orang lain yang tidak memungkinkan untuk divaksin. Contohnya anak-anak di bawah usia 12 tahun,” ujar dr Ariani.
11.615 Siswa Positif Covid-19
Wakil Sekretaris Jenderal Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Jejen Musfah menilai pembukaan sekolah untuk Pembelajaran Tatap Muka (PTM) Terbatas di tengah pandemi Covid-19 adalah sebuah dilema.
Jejen mengatakan memang idealnya kegiatan belajar mengajar secara tatap muka di sekolah memang dilakukan setelah pandemi usai, namun hal itu beresiko untuk pendidikan anak itu sendiri.
“Ini dilema memang, pada satu sisi yang ideal tentu menunggu sampai pandemi ini betul-betul zero ya, tapi tidak ada satu pun negara yang tahu pasti kapan pandemi ini akan berakhir,” kata Jejen dalam diskusi virtual, dilansir Kamis (23/9/2021).
Dia berharap orang tua selalu mengawasi kesehatan anak di masa pandemi ini agar tidak mudah terserang virus Covid-19, dan terus mengajarkan anak pentingnya protokol kesehatan.
“Yang perlu dilakukan untuk mengatasi was-was itu sebagai guru ya tentu kita harus menjaga makanan, minuman, istirahat, olahraga dan mental anak, jadi jangan lupa yang utamanya itu menjaga asupan makanan mereka supaya mereka sehat bugar senang enjoy,” ucapnya.
Jejen menyebut pembukaan sekolah saat ini sudah sangat mendesak dilakukan, terutama di daerah yang punya jaringan internet, tidak ada gawai, atau tidak memungkinkan melakukan belajar online.
Jika ada kasus positif Covid-19, maka sekolah itu harus segera ditutup, disterilkan, dan dilakukan kontak tracing terhadap semua orang yang masuk sekolah.
Sebelumnya, Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Menengah (Paud Dikdasmen) Kemendikbudristek, Jumeri mengungkapkan bahwa sudah ada 1.296 sekolah yang melaporkan klaster Covid-19 saat PTM Terbatas, total ada 11.615 siswa positif Covid-19.
“Kasus penularan itu kira-kira 2,78 persen yang melaporkan,” kata Jumeri.
Data ini didapatkan dari 46.500 sekolah yang sudah melakukan PTM Terbatas per tanggal 20 September 2021.
Dia merinci jumlah klaster Covid-19 paling banyak ada di Sekolah Dasar (SD) sebanyak 581 sekolah, lalu di sekolah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sebanyak 525 sekolah, dan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 241 sekolah.
Sementara di Sekolah Menengah Atas (SMA) ada 170 sekolah, di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) ada 70 sekolah, dan di Sekolah Luar Biasa (SLB) ada sebanyak 13 sekolah.
Pelajar SD menjadi yang paling banyak terkena Covid-19 akibat PTM Terbatas yakni sebanyak 6.908 orang, dan 3.174 guru SD juga positif Covid-19.
Di tingkat SMP terdapat 2.220 siswa dan 1.502 guru positif Covid-19, PAUD terdapat 953 siswa dan 2.007 positif Covid-19.
Lalu, 1.915 guru dan 794 siswa SMA positif Covid-19, 609 siswa dan 1.594 guru SMK positif Covid-19, dan 131 siswa dan 112 guru SLB positif Covid-19.(detik/suara)