seputar-Medan | Kasubpokja Perencanaan Rehabilitasi Mangrove, Mayasih Wigati, S.Sos, M.Si, M.Sc mengatakan, kegiatan rehabilitasi Mangrove di Provinsi Sumatera Utara (Sumut) pada tahun 2021 yang pada awalnya direncanakan seluas 21.370 hektare mengalami perubahan.
Perubahan rehabilitasi luas lahan tersebut mengacu hasil Raker Komisi IV DPR 10 Juni 2021. Untuk Provinsi Sumut kegiatan rehabilitasi Mangrove ditargetkan seluas 11.600 hektare.
“Dalam Raker tersebut DPR mendorong Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk melakukan penyesuaian lokasi kegiatan rehabilitasi Mangrove di luar 9 Provinsi,” kata Mayasih Wigati pada acara Sosialisasi Percepatan Rehabilitasi Mangrove Provinsi Sumatera Utara secara virtual, Rabu (14/072021).
Mayasih mengatakan, sesuai Surat Menteri LHK kepada Presiden RI terkait revisi Perpres 120/2020 dan berdasarkan SK MenLHK No.315/2021 bulan Juni 2021 target kegiatan rehabilitasi Mangrove dipecah menjadi 43.000 hektare dan 40.000 hektare di 32 Provinsi.
“Untuk Provinsi Sumut kegiatan rehabilitasi Mangrove ditargetkan seluas 11.600 hektare dengan rincian 5.000 hektare dilaksanakan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Wampu Sei Ular dan 6.600 hektare dilaksanakan BPDAS Asahan Barumun dengan pola padat karya mengacu SK.140/Menlhk/Setjen/DAS.0/4/2021,” kata Mayasih.
Mayasih mengungkapkan, untuk rencana awal rehabilitasi Mangrove pada tahun 2021 pihaknya mengacu pada Surat Kepala BRGM yang didalamnya ada target penetapan dasar seluas 83.000 hektare dan Surat Sekretaris Badan untuk 10 kepala UPT BPDAS/BKSDA tentang pelaksanaan kegiatan percepatan rehabilitasi Mangrove.
“Dalam rencana operasional kegiatan kami menyusun sasaran lokasi. Dalam rencana rehab juga akan ada panduan rancangan teknis sederhana yang disahkan oleh Kepala BPDAS yang disusun bersama-sama antara Balai Pengelolaan DAS dan UPT yang terkait dengan BRGM,”ungkap Mayasih.
Sementara itu, Drs. Teguh Prio Adi Sulistyo, M.Si (Kapokja Program & Anggaran) mewakili Sesbad menyatakan, tahun 2021, Pemerintah mengalokasikan anggaran kegiatan percepatan rehabilitasi Mangrove sebesar Rp1,5 Triliun dengan target seluas 83.000 ribu hektare di 9 provinsi di Indonesia.
“Mandat penanaman ini sebagai upaya Pemerintah untuk meningkatkan daya beli atau kondisi sosial masyarakat guna Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) di era pandemi Covid-19. Penanaman dimandatkan kepada Badan Restorasi Gambut dan Mangrove atau BRGM untuk dilaksanakan dengan pola padat karya sehingga dananya akan langsung diterima oleh masyarakat,” kata Teguh.
Dari anggaran Rp1,5 Triliun kata Teguh, diestimasikan dapat menghasilkan 7,9 juta hari orang bekerja dengan melibatkan sekira 1.5 juta orang. Angka orang yang bekerja ini cukup signifikan sehingga ekonomi masyarakat sekitar yang terlibat dalam program ini kehidupannya bisa meningkat karena biaya atau upah penananmannya akan langsung diterima oleh masyarakat.
Menurut Teguh, dari 9 provinsi yang menjadi sasaran rehab Mangrove BRGM bersama KLHK salahsatunya adalah Provinsi Sumut. Pada tahun 2021 BRGM dimandatkan atau ditagetkan untuk melakukan rehab di Sumut dengan lahan seluas 11.600 hektare.
Sesuai catatan yang ada per 13 Juli kemarin sebut Teguh, Kelompok Tani pelaksana yang terlibat dalam kegiatan penanaman di Provinsi Sumut sudah ada sebanyak 47 kelompok dengan rincian 19 kelompok di Wampu Sei Ular dengan luas lahan 2.057 hektare dan 28 kelompok di Asahan Barumun dengan luas lahan 1.117 hektare.
Sebelumnya, Sekretaris BRGM Dr. Ayu Dewi Utari mengatakan, ekosistem Mangrove di Indonesia sudah banyak mengalami sejumlah perubahan, termasuk perubahan tata ruang dan peruntukan Mangrove itu sendiri.
Perubahan yang dimaksud Ayu adalah pemanfaatan ekosistem Mangrove menjadi tambak. Tambak tidak dapat dipungkiri memang menguntungkan secara ekonomi. Akan tetapi, pengelolaannya perlu memperhatikan kelestarian ekosistem Mangrove. Bahkan manfaat ekonomi secara jangka panjang tergantung pada keutuhan mangrove di sekelilingnya. Sehingga Mangrove yang rusak perlu direhabilitasi.
“Kelestarian Mangrove penting dijaga karena secara ekologi mangrove dapat menahan lajunya abrasi dan benteng dari hantaman ombak. Rusaknya ekosistem mangrove juga akan merugikan masyarakat secara ekonomi karena fungsinya sebagai tempat pemijahan biota laut seperti udang dan kepiting hilang,” sebut Ayu dalam sambutannya saat membuka acara sosialisasi tersebut.
Menurut Ayu, kerusakan ekosistem Mangrove di Indonesia dengan kategori kritis telah mencapai 637.000 hektare. Hal ini juga yang melatarbelakangi penambahan mandat BRGM di akhir tahun 2020 lalu.
BRGM, sebagaimana yang tertuang dalam Perpres No. 120 Tahun 2020, akan melakukan rehabilitasi Mangrove di 9 provinsi selama empat tahun sampai 2024. Salah satu provinsi targetnya adalah Sumatera Utara.
Luasan areal Mangrove rusak kritis di Sumatera Utara dan menjadi target indikatif rehabilitasi mangrove BRGM sampai tahun 2024 sekitar 37.000 hektare. Sedangkan target tahun 2021 adalah seluas 11.600 hektare, sekitar 5.000 hektare akan dilaksanakan BRGM bersama BPDAS Wampu Sei Ular. Sisanya akan dilaksanakan bersama BPDAS Asahan Barumun.
Kegiatan rehabilitasi Mangrove yang dilakukan BRGM di tingkat tapak akan dilakukan oleh masyarakat melalui penanaman bibit mangrove, termasuk pada areal tambak. Kegiatan di areal tambak, menurut Ayu, banyak mengalami penolakan dari pemiliknya.
“Penolakan ini dikarenakan adanya pemahaman dan ketakutan pemilik tambak akan terjadinya perubahan fungsi kawasan menjadi kawasan hutan atau tanah negara setelah dilakukan rehabilitasi,” tambah Ayu pada kegiatan yang dilaksanakan secara virtual ini.
Pemahaman ini kurang tepat, tutur Ayu, karena kegiatan penanaman bibit Mangrove ini areal tambak, selain dapat mengembalikan fungsi ekologi Mangrove juga meningkatkan produktivitas tambak yang lebih ramah lingkungan.
Hal ini dikarenakan, pola tanam yang ditawarkan BRGM cukup beragam, yaitu tanam murni pada areal rusak total, silvofishery, pengkayaan dan rumpun berjarak. Pola tanam yang akan digunakan berdasarkan kondisi mangrove di tingkat tapak.
Pelaksanaan rehabilitasi mangrove di tingkat tapak di Sumatera Utara juga memerlukan dukungan dari berbagai pihak, termasuk didalamnya pemerintah daerah, unit pelaksana teknis, dinas, lembaga swadaya masyarakat, universitas dan masyarakat. “Ayo kita sukseskan rehabilitas mangrove di Sumatera Utara,” ajak Ayu. (Siong)