seputar-Medan | Kecelakaan lalu lintas yang melibatkan kereta api Srilelawangsa dan angkutan kota (angkot) yang terjadi di perlintasan sebidang Jalan Sekip, Kota Medan pada Sabtu (4/12) lalu merupakan contoh nyata masih rendahnya kepatuhan pengguna jalan terhadap aturan dan rambu-rambu.
“ Diperlukan kesadaran dari setiap pengguna jalan untuk mematuhi seluruh rambu-rambu dan isyarat yang ada saat melalui perlintasan sebidang. Hal ini dikarenakan keselamatan di perlintasan sebidang merupakan tanggung jawab setiap individu,” ujar Vice President PT KAI Divisi Regional I Sumatera Utara, Yuskal Setiawan, Selasa (07/12/2021).
Untuk menghindari terjadinya kecelakaan di perlintasan sebidang, kata Yuskal, pengguna jalan diwajibkan menaati aturan dengan berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan/atau ada isyarat lain. Pengguna jalan juga wajib mendahulukan perjalanan kereta api dan memberikan hak utama kepada kendaraan yang lebih dahulu melintas rel .
” Aturan ini telah tertuang dalam Pasal 114 UU Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,” ungkap Yuskal.
Selain itu, mendahulukan perjalanan kereta api di perlintasan sebidang juga secara tegas diatur pada UU Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian. Hal ini penting karena kereta api sudah berjalan pada jalurnya, sehingga apabila pengguna jalan melanggar jalur tersebut dengan tidak mengindahkan/memperhatikan rambu yang ada akan mengakibatkan kecelakaan.
Yuskal menjelaskan, PT KAI Divisi Regional I Sumatera Utara sejak tahun 2019, mencatat terjadi 104 kecelakaan lalu lintas pada perlintasan sebidang. Untuk itu,diperlukan juga penindakan bagi setiap pelanggar agar menimbulkan efek jera dan meningkatkan kedisiplinan para pengguna jalan.
” Kita berharap pihak kepolisian harus lebih agresif lagi untuk menindak pelanggar di perlintasan sebidang,” harap Yuskal.
Evaluasi perlintasan sebidang lanjut Yuskal, juga harus dilakukan oleh pemerintah dengan melibatkan pihak terkait lainnya secara berkala. Berdasarkan hasil evaluasi tesebut, perlintasan sebidang dapat dibuat tidak sebidang, ditutup, ataupun ditingkatkan keselamatannya. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 94 Tahun 2018 tentang Peningkatan Keselamatan Perlintasan Sebidang antara Jalur Kereta Api dengan Jalan.
Menurutnya, perlintasan sebidang pada prinsipnya harus dibuat tidak sebidang yaitu menjadi untuk meningkatkan keselamatan perjalanan KA dan pengguna jalan. Langkah lain selanjutnya yakni dengan menutup perlintasan sebidang yang tidak berizin atau liar. Yang terakhir peningkatan keselamatan dengan pemasangan peralatan keselamatan perlintasan sebidang dan disertai dengan pemasangan perlengkapan jalan.
” Peningkatan dan pengelolaan perlintasan sebidang dilakukan oleh penanggung jawab jalan sesuai klasifikasinya yakni Menteri untuk jalan nasional, Gubernur untuk jalan provinsi dan Bupati/Wali Kota untuk jalan kabupaten/kota dan jalan desa,” tandas Yuskal.
Hal ini bilang Yuskal sesuai dengan PM Perhubungan No 94 Tahun 2018 pasal 2 dan 37. Keselamatan di perlintasan sebidang akan tercipta jika didukung oleh pemerintah dan seluruh unsur masyarakat. ” Dibutuhkan kepedulian dari seluruh stakeholders guna menciptakan keselamatan di perlintasan sebidang,” tutup Yuskal. (Siong)