seputar – Medan | Sikap Pemerintah Kota (Pemko) Medan mengajukan banding atas putusan Pengadilan Negeri (PN) Medan yang memenangkan gugatan masyarakat dan menetapkan Lapangan Merdeka sebagai cagar budaya dinilai sebagai sikap arogan dan tidak peka terhadap situs sejarah, fungsi, eksistensi dan urgensi cagar budaya.
“Dengan diajukannya upaya banding oleh Wali Kota Medan hanya akibat tidak rela Lapangan Merdeka menjadi cagar budaya, ini aneh namanya. Terkesan Wali Kota Medan arogan dan tidak peka terhadap situs sejarah, fungsi, eksistensi dan urgensi cagar budaya yang semestinya harus dijaga, dirawat dan dilestarikan,” tegas praktisi hukum dan sosial Sumut, Eka Putra Zakran, Rabu (1/9/2021).
Lanjut Eka Putra, menurut UU No 11 tahun 2020, cagar budaya adalah warisan yang bersifat kebendaan berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar budaya dan kawasan cagar budaya, baik di darat atau di air, yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.
“Setidaknya dengan diajukannya upaya banding ini akan memunculkan beragam stigma, spekulasi dan asumsi-asumsi serta pertanyaan.”
“Asumsi saya justru pascaputusan PN Medan kemarin, wali kota akan bersegera untuk melaksanakan isi putusan tersebut sehingga keberadaan Lapangan Merdeka yang kita saksikan sekarang hilang fungsi sejarah, fungsi sosial dan lebih berorieantasi pada bisnis semata bisa dikembalikan menjadi cagar budaya, eh rupanya tidak pula,” tandas EPZA sapaan akrab Eka Putra Zakran.
EPZA mempertanyakan Wali Kota Medan yang lebih memilih Lapangan Merdeka dijadikan sebagai tempat kuliner, bisnis, hiburan atau cagar budaya. “Nah, ini pertanyaan besarnya. Pendeknya, dengan upaya banding ini apa yang dicita-citakan masyarakat Kota Medan untuk memerdekakan Lapangan Merdeka belum terwujud,” sebutnya.
“Wali Kota Medan selaku tergugat, hendaknya dalam kasus ini bersedia melaksanakan isi putusan PN Medan tersebut dan taat hukum, bukan malah mengajukan upaya hukum banding,” tambahnya menyesalkan sikap Wali Kota Medan.
EPZA mengatakan, dalam hukum bukan tidak boleh banding, tapi dalam kasus ini betapa lebih elok dan tepatnya bila Wali Kota Medan melaksanakan isi putusan PN Medan tersebut.
Sebagaimana diketahui bahwa pengajuan upaya banding Wali Kota Medan itu tertuang dalam situs Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Medan dengan perkara nomor: 756/Pdt.G/2020/PN.Mdn.
“Saya sebenarnya mengapresiasi putusan majelis hakim PN Medan yang diketuai Dominggus Silaban yang telah mengabulkan gugatan masyarakat (citizen lawsuit) terkait penetapan Lapangan Merdeka sebagai cagar budaya,” ungkapnya.
“Hemat saya, sesungguhnya itulah putusan terbaik yang sejatinya harus dilaksanakan oleh Wali Kota Medan, bukan melakukan upaya banding,” tutup Epza yang merupakan Kepala Divisi Infokom KAUM dan juga Ketua Pemuda Muhammadiyah Kota Medan Periode 2014-2018 itu.(AFS)