seputar-Medan | Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Edy Rahmayadi mengakui adanya kekacauan pendataan kasus Covid-19 di sejumlah kabupaten/kota di Sumut, yang berdampak pada penetapan status PPKM di daerah tersebut. Hal itu menurutnya terjadi karena petugas di daerah yang masih gaptek (gagap teknologi).
Menurut Edy, saat ini pelaporan data Covid-19 dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat dilakukan secara digital berdasarkan nomor induk kependudukan, sehingga seharusnya tidak terjadi kesalahan. Namun yang terjadi justru sebaliknya, data yang dilaporkan justru tidak sinkron dengan kondisi real di lapangan.
“Kita sekarang sudah menggunakan digital. Dia melaporkan berdasarkan NIK. Ini ada contoh, Bupati Madina (Mandailing Natal), mertuanya dan adik istrinya dinyatakan meninggal, dia bilang masih hidup, ini siapa yang membuat meninggal,” ujar Edy di Medan, Jumat (10/9/2021).
Edy menambahkan, terjadinya kekacauan data di Kabupaten Madina mengakibatkan daerah tersebut ditetapkan sebagai Level 4. Hal itu karena tingginya angka kematian di daerah tersebut dalam satu minggu terakhir.
“Dia 76 meninggal dalam satu minggu, padahal hanya 6, makanya dia masuk dalam Level 4,” ujar Edy.
Dikatakan Edy, penginputan data secara digital sejatinya sangat bagus karena memasukkan data real dengan cepat. Namun hal itu akan menjadi kacau jika petugas yang menangani tidak tepat.
“Digital ini bagus, real. Tetapi kalau yang mengawaki di bawah masih gaptek, inilah hasilnya,” ungkapnya.
Edy menjelaskan, ada empat kabupaten/kota di Sumut yang data kasusnya kacau dan tidak sesuai dengan kondisi di lapangan. Empat daerah tersebut yakni Kota Medan, Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Kota Sibolga, dan Kota Pematangsiantar.
“Kita empat yang kacau ini, yang lain ada perselisihan tapi limitnya masih di bawah sehingga tidak mendongkrak,” ujarnya.
Edy memastikan jika pendataan dilakukan dengan benar, kasus Covid-19 di Sumut sejatinya tidak mengalami lonjakan dan Sumut tidak masuk sebagai provinsi dengan kasus aktif terbesar di luar Jawa-Bali dengan penambahan sekitar 400-an kasus.
“Kalau kita lakukan dengan benar, tak segitu ini. Kita sudah bagus kondisinya, kenapa sampai 400 sekarang ini, kalau saya teliti dobel-dobel, kembali lagi, kita gaptek,” paparnya.
Selain itu, menurut Edy, kesalahan input data juga dapat terjadi karena sinyal di daerah kurang baik.
“Kita gaptek, tidak terlalu jago, atau daerah-daerah kita itu timbul tenggelam sinyalnya, karena IT sangat memerlukan sinyal yang baik,” sebutnya.
Edy mengatakan akan segera menyelesaikan masalah ini yang nantinya akan ditangani Kepala Dinas Kesehatan Sumut yang baru, Ismail Lubis. (kbrn)