seputar – Ankara | Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan telah memerintahkan menteri luar negerinya untuk mengusir 10 duta besar negara asing dari negeri tersebut, Sabtu (23/10).
Seperti dilansir AFP, pengusiran 10 duta besar negara asing, termasuk dari Jerman dan Amerika Serikat, diperintahkan Erdogan karena kompak menyerukan dukungan terhadap tokoh aktivis, Osman Kavala.
Kavala merupakan filantropis sekaligus aktivis kelahiran Paris. Turki menahan pria 64 tahun itu sejak 2017 tanpa vonis hukuman. Ia telah menghadapi serangkaian tuduhan mulai dari protes antipemerintahan Erdogan pada 2013 lalu hingga dugaan keterkaitan upaya kudeta militer yang gagal pada 2016 silam.
Meski tidak terlalu dikenal secara internasional, Kavala telah dinilai menjadi simbol bagi para pendukungnya di tengah tindakan keras rezim Erdogan merespons upaya kudeta gagal 2016
“Saya telah memerintahkan menteri luar negeri kami untuk mengumumkan 10 duta besar negara. asing tersebut akan di-persona nongrata secepatnya yang memungkinkan,” ujar Erdogan, Sabtu (23/10).
Erdogan tak memberitahu kapan tepatnya para 10 duta besar tersebut resmi diusir. Namun, Erdogan menegaskan, “Mereka harus pergi dari sini pada hari mereka tidak lagi bisa di Turki.”
Sebelumnya, pada Senin lalu, para diplomat di Ankara itu mengeluarkan pernyataan bersama yang mengkritik penahanan Kavala. Dalam pernyataan bersama itu para diplomat AS, Jerman, Kanada, Denmark, Finlandia, Prancis, Belanda, Selandia Baru, Norwegia, dan Swedia menyerukan “penyelesaian yang adil dan cepat untuk kasus (Kavala)”.
Kemenlu Turki pun telah memanggil diplomat dari 10 negara tersebut. Salah satu sumber diplomatik mengatakan pemanggilan para dubes itu berlangsung pada Selasa (18/10).
Dari balik terali besi yang mengurungnya, Kavala mengatakan dia seolah menjadi alat bagi Erdogan untuk menyalahkan sebuah plot konspirasi asing untuk oposisi domestik atas dirinya dalam setidaknya dua dekade terakhir.
“Saya dituduh menjadi bagian dari konspirasi yang diduga diorganisir oleh kekuatan asing, pembebasan saya akan melemahkan fiksi yang bersangkutan dan ini bukan sesuatu yang diinginkan pemerintah,” papar Kavala.
Dewan Eropa, pengawas hak asasi manusia terkemuka di benua itu, telah mengeluarkan ultimatum terakhir kepada Turki untuk mematuhi perintah Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa 2019 dan membebaskan Kavala.
Jika Turki gagal melakukannya hingga tenggat waktu pertemuan berikutnya yakni 30 November-2 Desember, dewan yang berbasis di Strasbourg itu dapat menjatuhkan sanksi terhadap Ankara, salah satunya meluncurkan proses disipliner. Proses tersebut dapat mengakibatkan penangguhan hak suara Turki dan bahkan keanggotaannya di Uni Eropa.(CNN)