seputar-Jakarta | Sekelompok dokter di Israel dengan tega menyerukan militer membombardir Rumah Sakit Al Shifa di Jalur Gaza Palestina.
Diberitakan kantor berita Turki, Anadolu, sejumlah dokter yang tergabung dalam organisasi Dokter untuk Hak-Hak Tentara Israel merilis pernyataan pada Minggu (5/11/2023) yang menyebut RS Al Shifa menjadi markas bagi “kelompok-kelompok bersenjata Palestina.”
Mereka pun mendesak pasukan militer Israel membom Rumah Sakit Al Shifa untuk memberantas Hamas.
Seruan bombardir RS Al Shifa ini diwartakan oleh situs berita Israel, HaMedash, dikutip dari Anadolu. Pernyataan ini didukung oleh dokter-dokter yang bekerja di sistem perawatan kesehatan, yang mengklaim bahwa pemboman terhadap RS Al Shifa adalah “hak yang sah.”
Selain pernyataan keji para dokter Israel ini, pernyataan serupa yang mendesak militer membom RS Al Shifa juga sempat mencuat sebelumya, yang didukung oleh 47 rabi.
Pada Jumat (3/11), tiga belas warga Palestina tewas dan 26 lainnya luka-luka saat Israel menggempur ambulans di depan RS Al Shifa.
Kementerian Kesehatan Gaza menyebut ambulans itu membawa sejumlah orang yang terluka untuk mendapat perawatan di Mesir.
“Kami telah memberi tahu Komite Internasional Palang Merah, Republik Arab Mesir, dan seluruh dunia melalui saluran komunikasi tentang pergerakan ambulans yang membawa korban luka ke Mesir, tapi [pasukan] Israel melakukan kejahatan dengan sangat berani,” bunyi keterangan Kemenkes Gaza seperti dikutip Anadolu.
Pemboman ambulans itu pun mendapat kecaman luas dari masyarakat dunia. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres mengatakan bahwa serangan tersebut merupakan serangan yang “sangat mengerikan.”
“Gambar-gambar mayat berserakan di jalan di luar rumah sakit sangat mengerikan,” kata Guterres dalam unggahannya di X.
Dalam hukum humaniter internasional, serangan terhadap fasilitas sipil seperti rumah sakit adalah hal yang dilarang. Begitu pula serangan terhadap pekerja medis.
Menurut Konvensi Jenewa, orang yang sakit dan terluka, staf medis, rumah sakit, dan fasilitas medis keliling dilindungi kala konflik pecah. Hal ini diatur dalam pasal 18 dan 19.
“Rumah sakit sipil yang diselenggarakan untuk memberikan perawatan kepada yang terluka dan sakit, orang lemah dan ibu hamil, dalam keadaan apa pun tidak boleh menjadi sasaran serangan, harus selalu dihormati dan dilindungi oleh pihak-pihak yang berkonflik,” bunyi pasal 18 Konvensi Jenewa.
“Perlindungan yang menjadi hak rumah sakit sipil tidak akan berhenti kecuali mereka digunakan untuk melakukan, di luar tugas kemanusiaan mereka, tindakan yang merugikan musuh. Namun perlindungan dapat berhenti hanya setelah peringatan diberikan, dengan menyebutkan, dalam semua kasus yang sesuai, batas waktu yang wajar, dan setelah peringatan tersebut tidak diindahkan,” demikian bunyi pasal 19.
Agresi Israel di Gaza yang diluncurkan sejak 7 Oktober ini sendiri telah menewaskan lebih dari 10.500 orang hingga Rabu (8/11). Dari jumlah ini, 60 persen korban tewas merupakan anak-anak dan perempuan. (cnnindonesia)