seputar-Jakarta | Lebih dari 100 orang dikabarkan tewas atau hilang pasca-tenggelamnya sembilan sampan yang saling terkait di Republik Demokratik Kongo, pada Senin (4/10/2021).
Kecelakan perahu tersebut merupakan kasus terbaru dari rentetan kasus kecelakaan yang jamak terjadi pada salah satu sungai terbesar di Afrika tersebut akibat kapal yang tidak layak pakai ataupun kelebihan muatan.
Juru bicara Gubernur Provinsi Barat Laut Mongala Nestor Magbado mengatakan, sebanyak enam puluh satu mayat telah ditemukan sejak tenggelamnya kapal tersebut pada Senin Malam. Sementara 60 penumpang kapal lainnya diyakini masih hilang.
Magbado mengatakan, terdapat 39 orang yang berhasil menyelamatkan diri dari peristiwa nahas tersebut.
“Dengan tidak adanya manifes penumpang di dalamnya, jumlah yang hilang merupakan perkiraan berdasarkan kapasitas kapal,” jelasnya dikutip dari AFP, Sabtu (9/10).
Ia menjelaskan, kapal yang terlibat dalam kecelakaan maut tersebut merupakan sembilan sampan kayu tradisional dan diikat menjadi satu yang dikenal sebagai pirogue.
Magbado menduga, kecelakaan tersebut disebabkan oleh kelebihan muatan kapal yang diperparah oleh kondisi cuaca yang buruk pada malam hari.
Lebih lanjut, ia mengatakan, para korban umumnya merupakan para pedagang dan pelajar yang bertujuan ingin pergi ke Ibu Kota Provinsi Bumba.
Magbado mengatakan pihak berwenang Mongala telah memberi tahu Kinshasa tentang tenggelamnya kapal itu sesaat setelah itu terjadi. Kendati demikian sampai saat ini pihaknya masih menunggu informasi lebih lanjut tentang jumlah korban.
Ia mengatakan, operasi pencarian dan penyelamatan akan terus dilakukan meskipun dirinya juga mengaku pesimis akan dapat menemukan lebih banyak korban selamat.
Magbado menuturkan, bahwasanya upaya penyelamatan yang dilakukan oleh pihak berwenang sebelumnya terhambat oleh terbatasnya sumber daya yang tersedia. Pemerintah Provinsi sendiri diketahui telah mengumumkan tiga hari berkabung setelah kejadian naas tersebut.
“Kami berjuang untuk memenuhi apa yang kami miliki,”pungkasnya.
Negara dengan luas 2,3 juta kilometer persegi (900 juta mil persegi) di Afrika tengah ini hanya memiliki sedikit jalan yang dapat dilalui. Kebanyakan perjalanan dilakukan melalui sungai dan anak sungainya serta melintasi danau timur, Kivu dan Tanganyika secara khusus. (cnnindonesia)