seputar – Singapura | Seorang pria berusia 55 tahun dijatuhi hukuman penjara 33 tahun atas kasus pedofilia terhadap 3 putri kandungnya sendiri. Ia didakwa oleh pengadilan Singapura atas kasus pemerkosaan dan pelecehan seksual terhadap ketiga putrinya selama 14 tahun lamanya.
Seperti dilansir Channel News Asia, Rabu (10/3/2021) pria yang tidak dapat disebutkan namanya karena untuk melindungi identitas putri-putrinya, dinyatakan bersalah atas empat dakwaan pemerkosaan dan berusaha melakukan tindakan tidak senonoh pada putri bungsunya. Delapan dakwaan lainnya juga ikut dipertimbangkan pengadilan.
Pria itu disebut menyalahgunakan posisinya dan sangat melanggar kepercayaan yang diberikan kepadanya, memperkosa korban yang rentan, membuat putrinya berisiko hamil dan tertular penyakit menular seksual.
“Pelecehan yang dilakukan oleh terdakwa dalam kasus ini hanya bisa digambarkan sebagai sesuatu yang mengerikan,” kata Wakil Jaksa Penuntut Umum Mohamed Faizal dan Norine Tan.
“Dapat dimengerti bahwa dua putrinya sekarang menderita luka psikologis permanen akibat tindakan semacam itu. Akan adil untuk mengatakan bahwa kasus ini merupakan salah satu yang terburuk dari jenisnya jika berkaitan dengan pelanggaran seksual,” imbuhnya.
Sebelumnya, jaksa penuntut umum menuntut setidaknya 35 tahun empat bulan penjara, dan menyebut kasus itu sebagai tindakan “mengerikan dan berlarut-larut” dengan “serangkaian tindakan kotor”.
Diketahui pelaku pelecehan itu adalah petugas kebersihan di Singapura. Ia menikahi istrinya pada tahun 1993 dan memiliki tiga anak perempuan – sekarang berumur 13, 22 dan 26 tahun – dan seorang putra berusia 17 tahun.
Perilaku kejinya itu mulai terungkap setelah putri bungsunya, yang juga hampir menjadi korban pemerkosaan, melaporkan tindakan ayahnya kepada gurunya di sekolah. Gurunya kemudian merekomendasikannya untuk melapor ke polisi.
Setelah ditahan, pria itu akhirnya menjalani observasi dan evaluasi psikiatri. Dia didiagnosis oleh Institut Kesehatan Mental (IMH) menderita pedofilia mengingat tindakan seksualnya yang berulang terhadap ketiga putrinya. Dia juga memiliki risiko tinggi untuk melakukan pelanggaran seksual.
Menurut laporan IMH, putri sulungnya menderita gangguan stres pasca-trauma (PTSD) sebagai akibat pemerkosaan dan memendam pikiran untuk bunuh diri selama penyerangan.
Putri keduanya juga memiliki gejala depresi, merasa putus asa dan berpikir bahwa hidup tidak layak untuk dijalani. Dia didiagnosis dengan gangguan depresi mayor dan PTSD dan membutuhkan perawatan dengan kemungkinan terapi psikologis di masa depan.
Dalam laporan yang disampaikan jaksa di pengadilan, kejadian tersebut dimulai sejak tahun 2005, dengan melakukan pelecehan seksual terhadap putri sulungnya yang saat itu berusia 11 tahun, setelah menonton film porno. Ia memaksa putrinya itu saat sedang mengerjakan pekerjaan rumah, meski pria itu tahu perilakunya salah dan putrinya menolak.
Saat itu putri sulungnya mulai menangis, tapi hal itu tidak diindahkannya. Dia terus memperkosanya beberapa kali sebelum berhenti antara 2010 dan 2011, ketika putrinya berusia 16 atau 17 tahun.
Aksi pedofilnya kembali berulang kepada putri keduanya. Saat putrinya itu berusia 12 tahun, pria itu memperkosanya dan melakukan pelecehan seksual selama sembilan tahun, terkadang beberapa kali seminggu, hingga 2019.
Pemerkosaan terakhirnya terhadap putri keduanya dilakukan seminggu sebelum penangkapan. Gadis itu diperkosa di dapur saat istrinya sedang tidur di ruang tamu.
Pada Oktober 2019, pria itu juga melakukan tindakan tak senonoh pada putri bungsunya, yang saat itu berusia 12 tahun. Putri bungsunya sudah mengetahui perilaku sang ayah karena ia menyaksikan sendiri pelecehan yang dilakukan pada dua kakak perempuannya. Namun aksinya berhenti setelah anaknya menangis.
Putri bungsunya melaporkan kejadian yang dialaminya kepada gurunya yang kemudian menyuruhnya untuk melapor ke polisi.(detik)