seputar-Medan | Edison Daeli alias Ama Berta, terdakwa kasus korupsi dana pembangunan Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri, di Desa Onowaembo Kecamatan Lahomi, Kabupaten Nias Barat Tahun 2016, dituntut 8 tahun 6 bulan penjara di Pengadilan Tipikor Medan, Senin (12/7/2021).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Fatizaro Zai juga menuntut supaya Kepala Desa Onowaembo itu membayar denda Rp300 juta, subsider 3 bulan kurungan.
“Kita juga menuntut supaya terdakwa membayar Uang Pengganti kerugian negara sebesar Rp2.083.708.934.
Dengan ketentuan apabila tidak sanggup mengembalikan maka harta bendanya disita dan dilelang. Jika tidak punya harta yang cukup untuk mengganti kerugian tersebut maka diganti pidana penjara selama 4 tahun 3 bulan,” kata Jaksa.
Dikatakan Fatizaro tuntutan pidana yang sama juga diberikan kepada dua terdakwa lainnya yakni Fa’atulo Daeli alias Fa’a dan Marlina Daeli alias Ina Indri.
“Hanya mereka tidak dituntut membayar Uang Pengganti,” ucap Jaksa.
Dikatakan Jaksa ketiga terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.
“Perbuatan para terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaiman diubah dan ditambah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana,” pungkasnya.
Dalam dakwaan Jaksa menyebutkan, bahwa terdakwa Edison dalam perkara ini ditunjuk sebagai Ketua Komite Pembangunan Unit Sekolah Baru Sekolah Luar Biasa (USB-SLB) negeri tersebut oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Nias Barat.
Dalam pelaksanaannya, terdakwa tidak sendirian tetapi melibatkan Fa’atulo Daeli alias Fa’a dan Marlina Daeli alias Ina Indri.
Di bulan April 2016 hingga Mei 2017 pembangunan sekolah itu dilaksanakan. Namun ternyata, pembangunan sekolah tidak melibatkan pihak-pihak terkait.
Yaitu tim pengelola, tim perencana, tim pengawasan, tim pengelola keuangan.
Bukan hanya itu. Penentuan lokasi pembangunan sekolah, ternyata lahannya tidak memenuhi petunjuk teknis dan terdakwa tidak dapat memberikan atau menunjukkan seluruh dokumen pertanggungjawaban keuangan terkait pembangunan USB-SLB tersebut.
Selain melanggar sejumlah aturan perundang-undangan, terdakwa juga terindikasi melakukan perbuatan tindak pidana korupsi.
Hal itu, diperkuat berdasarkan laporan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atas hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara tanggal 28 Agustus 2020 terkait pembangunan SLB tersebut.
“Menyebabkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp2.083.708.934,00,” sebut Jaksa. (AFS)