seputar-Medan | Ada hal menarik terungkap dalam sidang tipikor Wali Kota Tanjungbalai nonaktif Muhammad Syahrial yang digelar di Pengadilan Tipikor Medan, Senin (19/7/2021).
Dalam sidang yang digelar secara daring tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menghadirkan Sekretaris Daerah (Sekda) Tanjungbalai Yusmada sebagai saksi.
Dalam keterangannya Yusmada mengaku ada menyetor uang sebesar Rp100 juta kepada Syahrial, melalui seseorang bernama Sajali Lubis sebagai uang terima kasihnya karena menjabat sebagai Sekda.
“Lelang (jabatan) pertama tidak ada yang daftar. Lalu yang kedua Sajali datang ke saya. Dia menawarkan supaya saya memberikan sejumlah uang, saya bilang tidak mau. Dia bilang tolonglah dibantu Pak Wali, kau siapkan lah uang Rp300 juta katanya, tapi tetap saya tidak mau,” ucap Yusmada.
Setelah ia menolak memberikan uang Rp300 juta untuk dapat menjabat sebagai Sekda, Sajali kembali datang ke kantornya dan meminta sebesar Rp200 juta.
Saat itu kata Yusmada ia tengah mengikuti seleksi menjadi Sekda Tanjungbalai, karena adanya surat Wali Kota bahwa pejabat sejajaran dirinya wajib mengikuti tes menjadi Sekda.
Saat Sajali kembali datang ke kantornya, Yusmada mengaku menolak memberikan uang Rp200 juta tersebut karena sejak awal ia tidak ada niat menjabat sebagai Sekda Tanjungbalai.
“Mendekati proses tahap akhir, Sajali datang lagi menyampaikan bahwa saya menjadi Sekda. Kata Sajali terserah saya kalau ada Rp100 juta dulu tak apa, sisanya nanti. Sebenarnya saat itu saya masih menolak, namun karena Sajali bilang bisa Rp100 juta dulu, saya iyakan,” bebernya.
Dalam Berita Acara Penyidik (BAP) Yusmada yang dibacakan oleh Jaksa, ia mengaku sudah tiga kali didatangi oleh Sajali sehingga ia pun menyerahkan uang Rp100 juta tersebut, karena takut kalau dicopot tiba-tiba dari jabatannya sebagai Kadis Perkim.
“Saya mengiyakan karena saya pikir, kalau saya menolak terus-terusan bisa saja jabatan saya sebagai Kadis Perkim dicopot,” ucapnya.
Yusmada mengaku uang tersebut diserahkannya secara tunai pada 6 September 2019 lalu. Uang itu dari uang pribadinya.
“Uang pribadi saya pak, penyerahannya secara tunai,” katanya usai dicecar JPU KPK Budhi Sarumpaet.
Selanjutnya, saat ditanya Jaksa apakah benar uang tersebut diberikan terkait diangkatnya Yusmada sebagai Sekda, ia sempat mengelak.
“Kalau menurut itu saya enggak ada kaitannya,” cetus Yusmada.
Namun saat Jaksa membacakan BAP Yusmada nomor 15 yang mengatakan bahwa uang Rp100 juta yang sudah ia serahkan ke Syahrial melalui Sajali adalah uang terkait jabatannya sebagai Sekda, Yusmada diam sejenak.
“Saksi menjawab menurut saya uang Rp100 juta dimaksud adalah uang terimakasih dari saya karena menjabat Sekretaris Daerah kepada Syahrial. Untuk sisanya Rp100 juta lagi tidak pernah saya serahkan karena sejak awal saya menolak, dan selama itu Syahrial tidak ada meminta lagi kepada saya,” kkata Jaksa.
Lantas tanpa panjang lebar Yusmada lagsung membenarkan.
“Yang di BAP benar itu pak,” cetusnya.
Dalam persidangan tersebut, terdakwa pun sempat mengaku ingin mengakali pemberian uang tersebut, seolah-olah utang piutang dengan terdakwa Syahrial, sebab penyidik KPK mulai mencium adanya perkara dugaan jual-beli jabatan tersebut di Pemko Tanjungbalai.
Hingga saksi mengaku sempat dipanggil oleh terdakwa Syahrial bertemu di sebuah gudang dan membicarakan soal uang Rp1,6 miliar yang diminta oleh Penyidik KPK Stepanus Robin.
“Saya ditelpon Pak Wali, disuruh datang ke gudang, Pak Syahrial menceritakan bahwa kita perlu uang diberikan ke penyidik KPK. Katanya macemana ya bang si Robin minta Rp1,6 miliar. Karena sama-sama diam tidak ada solusi saya pamit,” bebernya.
Di hari berikutnya, saksi mengaku disuruh Syahrial menghubungi Kadis PU agar menghadap. Setelah pertemuan, Kadis tersebut menyampaikan ke saksi bahwa ia disuruh menyiapkan uang Rp1,6 miliar tersebut.
“Ibu Teti menyampaikan, saya disuruh menyiapkan uang, katanya pening kepalaku bang disuruh cari uang sama Pak Wali,” ucapnya.
Dijelaskannya bahwa pemberian uang tersebut agar kasus dugaan jual-beli jabatan di Pemko Tanjungbalai yang terdahulu dihentikan penyidikannya oleh KPK.
“Waktu itu tujuannya (memberi uang) menghentikan kasus di Pemko Tanjungbalai. Kasus jual-beli jabatan di Pemko Tanjungbalai yang mau dinaikkan ke penyidikan. Sehingga kasus kita terdahulu bisa dibantu saudara Robin,” bebernya. (AFS)