seputar-Medan | Mantan Kepala Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Desa Teluk, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, dr Hj Evi Diana (45), terdakwa kasus korupsi terkait Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) Puskesmas Desa Teluk, dituntut pidana 20 bulan penjara.
Dalam sidang pada Senin petang (30/8/2011) di Ruang Cakra 4 Pengadilan Tipikor Medan, JPU dari Kejari Langkat Aron Siahaan juga menuntut terdakwa agar dipidana membayar denda Rp50 juta subsidair 3 bulan kurungan.
Dari fakta-fakta terungkap di persidangan, JPU menilai pidana Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana, telah memenuhi unsur.
Yakni tindak pidana pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji alias korupsi berbau suap (gratifikasi) dengan cara memotong alias melakukan pungutan liar (pungli) secara berkelanjutan terhadap dana operasional para tenaga kesehatan (nakes) di puskesmas yang dipimpinnya.
“Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa tidak sejalan dengan program pemerintah dalam pemberantasan praktik-praktik korupsi. Sedangkan yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum, menyesali perbuatannya dan masih memiliki tanggungan keluarga,” urai Aron Siahaan.
Usai mendengarkan materi tuntutan, majelis hakim diketuai Jarihat Simarmata melanjutkan persidangan pekan depan dengan agenda penyampaian nota keberatan / pembelaan (pleidoi) dari terdakwa maupun penasihat hukumnya (PH).
JPU juga diperintahkan agar menghadirkan terdakwa di persidangan, menyusul telah dialihkannya status penahanan dokter berparas ayu tersebut.
Teruskan ‘Kebiasaan’
Pada persidangan beberapa pekan lalu, Evi Diana menerangkan, setelah dirinya berbincang-bincang dengan bendahara lama, dia tidak bisa menolak ‘kebiasaan’ melakukan pungutan liar (pungli) terkait BOK di Puskemas tersebut.
Bendahara Puskesmas Desa Teluk Siti Syarifah kembali meneruskan ‘kebiasaan’ pungutan sebesar 40 persen biaya transportasi dari mata anggaran BOK di Puskesmas Desa Teluk di 3 tahun anggaran (TA), sejak 2017.
Bedanya untuk TA 2018 dan 2019, biaya transportasi per triwulan ditransfer ke rekening para bidan desa dan pegawai lainnya. Mereka kemudian (juga menyetorkan 40 persen-red) kepada Bendahara yang baru, Muhammad Ridwan.
Dana pungli tersebut, menurut terdakwa disetorkan kepada salah seorang pejabat di Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Langkat berinisial Hm.
Adapun hasil pungli dari dana operasional para nakes yakni Rp229 juta lebih.
Sementara mengutip dakwaan, pungli uang transportasi tahun 2017 hingga 2019 total Rp229.510.000. Kutipan di tahun 2017 sebesar Rp77.080.000, 2018 (Rp34.160.000+Rp41.160.000) dan 2019 (Rp77.110.000). (AFS)