seputar-Jakarta | Komnas HAM dan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mendorong kepolisian untuk menyelidiki kematian Wakil Bupati (Wabup) Sangihe, Helmud Hontong, yang dinilai janggal. Kapolda Sulawesi Utara (Sulut) Irjen Nana Sudjana mengklaim pihaknya telah membentuk tim untuk mengusut dugaan tersebut.
“Kami sudah menyusun tim khusus penyelidikan terkait kasus ini,” ujar Irjen Nana saat dimintai konfirmasi detikcom, Sabtu (12/6/2021).
Sementara itu, Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono menyatakan Polri juga menunggu respons dari keluarga.
“Kita tanyakan dulu ke Sulut, bagaimana keluarganya,” kata Argo saat dihubungi terpisah.
Kematian Helmud Dinilai Janggal
Sebelumnya, Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Merah Johansyah Ismail mendorong kepolisian menyelidiki kematian Helmud Hontong.
Merah menilai kematian yang mendadak Helmud ini mengagetkan dan misterius. Dia mengaitkan kematian Helmud dengan sikap penolakannya terhadap tambang di Sangihe.
“Ini mengagetkan. Kedua, misterius dan agak janggal kematiannya. Kenapa seperti itu? Karena dia ini kan menjadi sorotan, high profile karena dia ini kepala daerah yang menolak tambang juga. Bahkan dia juga mengirim surat ke ESDM. Suratnya juga sudah beredar,” kata Merah saat dihubungi, Jumat (11/6).
“Ini janggal karena dia sehat-sehat saja, tapi tiba-tiba mendadak kolaps,” lanjutnya.
Darah Keluar dari Mulut dan Hidung Helmud
Ajudan Helmud, Harmen Rivaldi Kontu, menceritakan detik-detik meninggalnya Wabup Sangihe Helmud Hontong di pesawat rute Denpasar-Makassar. Harmen mengatakan, sebelum meninggal, Helmut sempat memberitahukan kepadanya bahwa sudah merasa pusing. Pada saat itu, dia diminta menggosokkan minyak kayu putih di bagian belakang dan leher.
Setelah lehernya digosok dengan minyak kayu putih, Helmut tidak lagi merespons. Bahkan Harmen mengatakan ada darah yang keluar dari mulut dan hidung Helmut.
“Sekitar 5 menit itu saya lihat Bapak langsung tersandar. Saya panggil dan kore-kore (colek) namun sudah tidak ada respons lagi. Saya langsung panggil pramugari, namun tetap Bapak tidak ada respons. Kemudian keluar darah lewat mulut. Tak lama kemudian darah keluar dari hidung,” kata Harmen ketika dimintai konfirmasi detikcom di Pelabuhan Manado, Sulawesi Utara (Sulut), Kamis (9/6).
Harmen mengatakan, setelah keluar darah, ada seorang pramugari yang meminta bantuan. Menurut dia, pramugari tersebut menanyakan apakah ada dokter atau tenaga medis yang ikut dalam penerbangan itu. Kata Harmen, karena ada dokter, Wabup Helmut langsung dibawa ke bagian belakang untuk mendapatkan penanganan medis.
“Pas itu pramugari langsung meminta tolong jika ada dokter atau paramedis yang ikut dalam penerbangan ini. Jadi langsung diarahkan ke bagian belakang pesawat. Saat itu nadi Bapak dipompa supaya ada pernapasan, tapi Bapak memang ndak ada respons. Terus mereka mengecek nadi Bapak, kan mau tahu detak jantung, tapi mulai melambat,” jelasnya.
Harmen saat itu duduk di samping Helmut. Tindakan terakhir yang diambil dokter di dalam pesawat yaitu diberikan suntikan guna memacu jantungnya. Namun nadinya tak ditemukan akhirnya pemberian suntikan dibatalkan.
“Jadi tindakan terakhir dari dokter itu mau suntik adrenalin untuk pacu jantung. Cuma pas cari nadi Bapak, karena mungkin Bapak sudah kolaps, sudah tak dapat nadi Bapak. Cari beberapa tempat tidak dapat, jadi mereka batalkan itu suntik. Jadi keterangan dokter di pesawat cuma itu yang bisa dibuat, kemudian alat-alat tidak ada yang memadai sambil menunggu turun di Makassar masih 30 menit lagi untuk landing,” ujar dia.
Tak lama setelah landing, Wabup Helmut langsung ditangani pihak dokter dari Bandara Hasanuddin, Makassar. Menurutnya, setelah memeriksa, dokter kemudian menjelaskan Wabup Helmud telah meninggal dunia.(detik)