seputar-Medan | Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Polda Sumut) menangkap tiga orang pelaku pemerasan terhadap pemilik Spa plus-plus di Kota Pematang Siantar. Ketiganya adalah LPS, HI, dan REM.
Dalam aksinya, mereka mengaku dekat dengan polisi dan memeras pemilik spa berinisial H dengan meminta uang sebesar Rp35 juta. Uang itu disebut sebagai biaya operasional untuk mengurus pembebasan lima terapis karyawan spa milik H yang sebelumnya diamankan polisi.
Hal itu disampaikan Direktur Reskrimum Polda Sumut Kombes Pol Tatan Dirsan Atmaja, didampingi Kabid Humas Polda Sumut Kombes Pol Hadi Wahyudi dalam konferensi pers di Mapolda Sumut, Selasa (9/11/2021).
Tatan menjelaskan kronologi kasus ini bermula ketika pada Kamis (7/10/2021) Tim Renakta Ditkrimum Polda Sumut menggerebek spa di Jalan HM Sitorus, Pematang Siantar. Dari penggerebekan itu petugas mengamankan lima terapis.
Di hari yang sama tersangka LPS datang ke lokasi spa dan mengetahui informasi soal penggerebekan yang dilakukan polisi tersebut.
“Di lokasi itu ia bertemu kakak salah satu terapis dan menanyakan kenapa tutup. Dari situ tersangka tahu kalau spa itu baru digerebek. LPS kemudian meminta nomor HP pemilik spa,” kata Tatan.
Selanjutnya, LPS berangkat ke Kota Medan. Dalam perjalanan, LPS menghubungi temannya, HI. Kepada HI, LPS menanyakan apakah punya kenalan penyidik di Renakta Polda Sumut.
Mereka lalu bersepakat bertemu di salah satu warung nasi di Jalan HM Joni, Medan. Di sana, mereka menghubungi pemilik spa dengan mengatakan bahwa mereka bisa berkomunikasi dengan penyidik Renakta untuk mengurus pembebasan kelima terapis.
LPS juga memperlihatkan wajah yang dikenalkan REM sebagai ‘penyidik’ Polda Sumut kepada pemilik spa melalui video call.
Kemudian dilanjutkan komunikasi melalui chat WhatsApp hingga terjadi pembicaraan soal dana yang dibutuhkan oleh KPS, HI, dan REM. Akhirnya disepakati H bersedia menyerahkan uang Rp35 juta.
“Terjadi pengiriman pertama Rp30 juta, lalu pengiriman kedua sebesar Rp5 juta,” ucap dia.
Namun setelah itu kelima terapis tak kunjung dibebaskan. H mulai mencari tahu dan ternyata LPS Cs tak ada mengurus pembebasan kelima terapisnya ke Polda Sumut. Merasa ditipu dan diperas, H pun membuat pengaduan ke Polres Pematang Siantar.
“Pada tanggal 9, korban membuat laporan polisi di Polsek Siantar Barat. Kemudian pada saat itu korban meminta para penyidik memblokir rekening penerima atas nama REM,” ucap Tatan.
Perkara itu pun terus didalami hingga menangkap ketiga pelaku tersebut secara terpisah.
“Tersangka LPS ini dulu pernah bekerja di salah satu bank. Dia ditangkap di Jalan Medan-Binjai. Sedangkan HI sebagai sopir dan REM sebagai ibu rumah tangga,” katanya.
Tatan dalam kesempatan itu menegaskan bahwa isu adanya anggota Renakta menerima sejumlah uang itu tidak benar. Uang itu dikirim oleh pemilik terapis ke para pelaku.
“Jadi terkait pemberitaan yang kemarin sempat viral terkait anggota kita yang disampaikan menerima sejumlah uang, ini kami bantah sekeras-kerasnya bahwa itu tidak terjadi dan hari ini kami sampaikan bahwa uang tersebut ada dikirim dan diterima oleh rekening atas nama REM, kemudian uang tersebut dibagi 3,” sebut Tatan
Atas perbuatannya, ketiga pelaku dijerat dengan Pasal 372 dan Pasal 378 KUHP.
“Tersangka LPS ini dulu pernah bekerja di salah satu bank. Dia ditangkap di Jalan Medan-Binjai. Sedangkan HI sebagai sopir dan REM sebagai ibu rumah tangga,” katanya.
Sementara itu, H mengatakan LPS mengaku kalau dirinya adalah anggota BIN. “Dia mengaku BIN, jadi saya percaya sama dia bisa mengurus para terapis,” ucap H. (gus)