seputar – Labuhanbatu | Rehabilitasi rumah dinas (rumdin) Bupati Labuhanbatu yang dikerjakan sejak 2019 mandek. Anggaran rehab rumdin itu sebesar Rp 5,3 miliar.
Dilihat di Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Labuhanbatu, kontrak proyek bernilai Rp 5,3 miliar ini dibuat pada 14 Oktober 2019 dengan pemenang CV Sumber Rezeki. Dari informasi yang dihimpun, pengerjaan terakhir dilakukan pada awal 2020.
Sejak saat itu, atau lebih dari setahun, rumdin Bupati tidak terurus. Bahkan saat ini beberapa bagian yang baru direhabilitasi kembali rusak, misalnya bagian plafon.
“Kalau belum bisa ditempati, macam mana? Belum siap,” kata Inspektur Kabupaten Labuhanbatu, Ahlan Ritonga, di kantornya, Jumat (10/9/2021).
Saat ditanya soal dugaan kerugian negara akibat mangkraknya pembangunan rumdin bupati, pihak Inspektorat Labuhanbatu meminta Dinas Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUPR) Labuhanbatu menjelaskan.
“Itu kan yang mengerjakan PUPR, tanyakan saja ke PUPR proyeknya. Kalau masalah belum ditempati, belum siap. Belum selesai bangunannya,” kata Ahlan.
Sebelumnya, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Indra Sila, mengatakan Pemkab Labuhanbatu telah membayarkan biaya pengerjaan rehabilitasi rumah dinas Bupati tersebut.
“Sudah kita bayarkan semuanya,” kata Indra kepada wartawan di depan gedung DPRD Labuhanbatu, Kamis (9/9).
Indra mengatakan Pemkab telah melunasi nilai kontrak sebesar Rp 5,3 M kepada CV Sumber Rezeki. Termasuk juga melunasi biaya perawatan, sebesar 5 % dari nilai kontrak.
Kejaksaan Akan Usut
Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejaksaan Negeri Labuhanbatu, Noprianto Sihombing mengatakan akan menyelidiki kasus ini. Dia mengatakan ada indikasi perbuatan melawan hukum dalam peristiwa ini.
“Kalau kita tinjau dari segi peraturannya, itu tidak boleh. Kalau sudah dibayarkan berarti sudah selesai pekerjaan. Masa, dibayar yang belum selesai,” kata Noprianto.
Noprianto mengatakan, boleh-boleh saja bangunan itu tidak ditempati setelah selesai direhabilitasi karena itu merupakan keputusan subjektif.
“Cuma kan jadi tanda tanya juga bagi kita kenapa jika sudah selesai, tidak dirawat. Sementara kalau belum selesai, kenapa sudah dibayar lunas. Itu kan perbuatan melawan hukum,” katanya.
“Tunggulah, artinya sebelum kita terbitkan sprin-nya (sprindik/surat perintah penyidikan), kita telaah dengan betul, biar nggak mengada-ada,” sambungnya.(detik)