seputar – Medan | Universitas Sumatera Utara (USU) belum ada rencana untuk memberikan dampingan hukum terhadap Guru Besar USU, Prof. Yusuf Leonard Henuk ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) oleh Penyidik Satuan Reserse Kriminal Polres Tapanuli Utara.
“Sampai saat ini planning itu belum ada,” ungkap Kepala Humas, Promosi, dan Protokoler USU, Amalia Meutia, M Psi, Rabu 30 Juni 2021.
Amalia mengatakan, alasan tidak memberikan dampingan hukuman tersebut. karena, merupakan adalah masalah pribadi dari Prof. Henuk sendiri. Sehingga harus dipertanggungjawabkan sendiri.
“Apalagi kasus yang dihadapi oleh Prof Henuk ini adalah tanggung jawab personal beliau, di luar institusi USU,” jelas Amalia.
Sebelumnya, USU sendiri sudah pernah memanggil Prof Henuk terkait cuitannya terhadap mantan Presiden, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sempat menjadi sorotan publik, beberapa waktu lalu.
Lanjut, Amalia menjelaskan bahwa USU akan membentuk tim kode etik untuk mempelajari kasus yang menjerat Guru Besar Fakultas Pertanian tersebut. Karena, dinilai cuitan Prof. Henuk di dunia Maya terkesan kontroversi dan berujung dilaporkan ke polisi.
“Konfirmasi saya yang saya peroleh dari kepala Biro SDM USU. Sementara ini, USU akan membentuk Komite Etik,” kata Amalia.
Amalia mengakui bahwa pihaknya sudah mengetahui status hukum Prof Yusuf sebagai tersangka dalam kasus menjeratnya. Sehingga USU membentuk tim kode etik untuk melihat ada atau tidak pelanggaran secara profesinya sebagai dosen dan Guru Besar bertugas di Kampus USU.
“Membentuk Komite Etik terkait permasalahan Prof Henuk ini ya,” tutur Amalia.
Sementara itu, penetapan tersangka Prof Yusuf. Setelah, naiknya status Guru besar USU itu, dari terlapor ke tersangka berdasarkan hasil gelar perkara dilakukan pihak kepolisian.
“Dari hasil penyelidikan team penyidik kita, telah ditemukan bukti permulaan yang cukup adanya dugaan tindak pidana atas laporan saudara Alfredo Sihombing dan saudara Martua Situmorang atas diri terlapor Profesor Yusuf Leonard Henuk,” sebut Kasubag Humas Polres Tapanuli Utara, Aiptu Walpon Barimbing dalam keterangan tertulis, Selasa 29 Juni 2021.
Adapun yang menjadikan profesor itu tersangka adalah terkait komentarnya di status pribadi facebook milik Martua. Prof. Henuk menuliskan komentar ” CONTOH SI TUA BODOH SOK ATUR IAKN TARUTUNG, MALU KALI PUN KAU SUDAH BAU TANAH, SADARLAH SOK BELA BUPATI TAPUT LALU SALAHKAN IAKN TARUTUNG”.
Dari komentar tersebut, Prof Henuk dilaporkan ke polisi. Walpon mengungkapkan dari bukti permulaan yang cukup tersebut ditambah dengan keterangan saksi ahli yaitu, ahli bahasa, ahli ITE dan ahli Pidana.
“Sehingga penyidik melakukan gelar perkara. Dari hasil gelar perkara penyidik dan peserta gelar berkesimpulan untuk meningkatkan penyelidikan tersebut menjadi Penyidikan dan menetapkan saudara Profesor Yusuf Leonard Henuk sebagai Tersangka,” tutur Walpon.
Atas perbuatannya itu, Profesor Henuk yang juga sempat berperkara dengan kader Partai Demokrat itu dijerat dengan Pasal 27 ayat (3) Jo 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
“Untuk saat ini, kita masih melengkapi administrasi penyidikan, berupa pemeriksaan saksi-saksi dan tersangka untuk kelengkapan berkas perkara,” sebut Walpon.
Diketahui dalam kasus ini, tersangka juga melaporkan Alfredo Sihombing dan Martua Situmorang namun kata Walpon, penyidik menghentikan proses penyelidikan laporan tersangka,
“Kita hentikan penyelidikannya, karena tidak cukup bukti adanya dugaan tindak pidana yang juga dikuatkan dengan keterangan saksi ahli ITE dan ahli bahasa serta kesimpulan dari hasil gelar perkara yang sudah dilakukan,” jelas Walpon.
Tanggapan Kuasa Hukum
Rinto Maha selaku kuasa hukum Prof Henuk menyayangkan proses hukum dilakukan penyidik Polres Tapanuli Utara, tidak terlebih dahulu melalui mediasi antara pelapor dan terlapor. Sebelum meningkatkan penyeledikan dengan penetapan tersangka.
“Mediasi itu diatur diperaturan Kapolri, awalnya harus mediasi dulu. Prof Henuk ini kesal, dia udah dijanjikan mediasi tapi tidak mediasi. Tiba-tiba jadi tersangka,” sebut Rinto kepada wartawan, Rabu 30 Juni 2021.
Rinto juga mengkritik soal gelar perkara dilaksanakan Polres Tapanuli Utara. Tanpa, dihadiri dan diundang dari kedua belah pihak, termasuk Prof Henuk.
“Teman-teman penyidik di Polres harusnya bertanggung jawab, jangan langsung tersangka kan dulu, harusnya ada gelar perkara yang dihadiri klien saya. (Saya minta) ada dari Bareskrim, Polda kita pengacara dari pihak terlapor dan pelapor. Harus begitu, kita akan minta gelar perkara khusus,” tutur Rinto.
Rinto menjelaskan awal kasus ini, terkait dengan komentar Prof Henuk yang merupakan Dosen di USU diberi kepercayaan mengajar di Institut Agama Kristen Negeri (IAKN) Tapanuli Utara. Namun, terjadi perbedaan pendapat antara pihak kampus dengan Bupati Tapanuli Utara Nikson Nababan soal status IAKN.
“Perbedaan pendapat mereka tentang Bupati Taput yang ingin menjadikan IAKN, menjadi Universitas Tapanuli Utara (Untara). Sementara Prof Henuk ingin kampus itu menjadi Universitas Negeri Kristen (UNK). Prof Henuk dengan rektor IAKN sepakat,” jelas Rinto.
Rinto mengungkapkan, Prof Henuk ingin IAKN berstatus perguruan tinggi negeri agama di Kabupaten Tapanuli Utara.
“Jadi di situ Prof Henuk ingin membantu agar IAKN Taput itu bisa menjadi setara dengan UIN (Universitas Islam Negeri), tanpa menghilangkan embel-embel kristennya,” sebut Rinto.
Dengan perbedaan itu, Rinto menjelaskan, antara Prof Henuk dan Bupati Tapanuli sempat terjadi berbeda pandangan terkait hal tersebut.
“Bupati inginnya Untara (Universitas Tapanuli Utara), jadi program humanioranya umum. Tapi nggak ada embel-embel Universitas Kristen. Nah, Prof Henuk Cs, makanya dia berkorban ke IAKN pindah ke Tarutung karena awalnya program yang ditawarkan ke dia adalah UKN,” kata Rinto.
Permasalahan tersebut, yang berujung ke ranah hukum. Sebelumnya, Rinto sudah mengingatkan Prof Henuk untuk menahan diri. Namun, karena pendapatnya, ia tidak bisa menahan diri.
“Saya (sebelumnya) sudah minta tahan diri cuma dia mungkin karena orangnya emang gitu juga menyampaikan pendapat itu. Itu hak dia,” tutur Rinto.
Rinto mengatakan permasalah ini, tidak meski dibawa ke ranah hukum. Karena, dapat diselesaikan secara kekeluargaan dan musyawarah. Hal ini, kedua belah pihak sama-sama menginginkan pendidikan lebih baik kedepannya di Kabupaten Tapanuli Utara.
“Saya lihat harusnya bupati Nikson dengan civitas akademik di situ duduk bareng, cari solusinya. Ini masalah pendapat aja, itu sebenarnya, kenapa dia jadi tersangka, itu masalah pendapat,” sebut Rinto.
Sebelumnya, Prof Henuk juga sempat melontarkan komentar yang menyerang mantan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Selain menghina Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat SBY, dia juga menyerang Ketum Partai Demokrat AHY yang merupakan putra SBY. Hal ini sempat membuat sejumlah fungsionaris Demokrat berang.
“Yth. @SBYudhoyono, tahu dirilah sudah mantan jadi jangan sok guru @jokowi tentang pembangunan proyek strategi nasional, karena kau memang gagal & telah dijuluki: “Bapak Mangkrak Indonesia”, jadi tak pantas kau ajari @jokowi “ikan berenang”, karena pasti malu kalipun kau, paham !,” cuit akun @ProfYLH milik Henuk beberapa waktu lalu.
Terkait cuitan ini, Prof Henuk pun dilaporkan ke Polda Sumut, beberapa waktu lalu. Kini, kasus masih proses penyeledikan pihak kepolisian. Namun, belum ada penetapan tersangka.(viva)