seputar – Siantar | Pengacara Horas Sianturi dilaporkan ke Polres Pematangsiantar atas tuduhan dugaan penggelapan uang senilai miliaran rupiah.
Eks pentolan Gerakan Kotak Kosong (Koko) itu diketahui dilaporkan oleh mantan kliennya yakni Manuntun Tampubolon (72), warga Jalan Persatuan, Kelurahan Suka Dame, Kecamatan Siantar Utara, Kota Pematangsiantar. Namun, Manuntun Tampubolon telah meninggal pada 14 Agustus 2021.
Adapun laporan tersebut sudah diterima secara resmi oleh pihak kepolisian dengan nomor LP/B/494/VIII/2021/SPKT/Polres Pematangsiantar, tertanggal 5 Agustus 2021.
Ruthina Tampubolon, putri Manuntun di kediamannya menyampaikan, dugaan penggelapan uang tersebut bermula pada Desember 2020 lalu, yang mana mereka hendak mengurus tanah milik di Labersa Hotel Balige.
“Tanah itu warisan dari oppung kami. Tapi waktu itu, tanah itu bermasalah. Ada agen yang menjual tanah itu,” jelas Ruthina didampingi kuasa hukumnya Erni Harefa beberapa waktu yang lalu.
Singkat cerita, Horas Sianturi ditunjuk menjadi kuasa hukum untuk menyelesaikan persoalan tanah itu. Oknum yang menjual tanah itu berhasil diketahui. Dia adalah Sopar Sianipar, warga Balige.
Setelah bernegosiasi dengan Sopar, disepakati perdamaian sekitar Rp2,3 miliar. Hingga April 2021, Sopar yang menjual tanah tersebut sudah mengirim uang ke rekening HS sebesar Rp1,4 miliar. Namun yang diberikan HS kepada keluarga Manuntun hanya sebesar Rp331 juta.
Ruthina mengungkapkan, pada 27 April 2021, keluarganya melakukan pertemuan dengan Horas Sianturi dan Sopar di salah satu cafe di Jalan MH Sitorus, Kecamatan Siantar Barat, Kota Pematangsiantar. Dalam pertemuan itu, mereka mempertanyakan soal uang yang dikirim Sopar kepada Horas.
“Waktu itu, kami nggak sengaja jumpa di cafe itu. Kami kebetulan lewat. Terus, aku lihat mobilnya parkir di depan cafe itu,” jelas Ruthina. “Si Sopar itu menunjukkan bukti transfer ke Horas Sianturi. Memang sudah ditransfer uangnya Rp1,4 miliar,” terang Ruthina.
Berbeda dengan Sopar yang memperlihatkan bukti transfer pengiriman uang, Horas Sianturi malah memilih meninggalkan lokasi tersebut tanpa memberikan penjelasan.
“Mulai saat itu, kami putuskan untuk mencabut kuasa dari dia (Horas),” ucap Ruthina seraya mengatakan, pihaknya sempat melakukan mediasi, namun tidak ada solusi. Akibat kejadian itu, keluarga pelapor mengalami kerugian sebesar Rp1,69 miliar.
Menanggapi laporan tersebut, Horas Sianturi mengatakan, saat ini dirinya tidak bisa mengomentari lebih dalam, karena masih berprofesi sebagai pengacara.
“Aku tidak mengomentari lebih dalam karena masih berprofesi sebagai pengacara. Ada undang-undang advokat dan kode etik advokat. Saya tidak bisa membicarakan klien atau mantan klien, karena ini masih dalam ranah pekerjaan. Kategorinya kita profesi, bukan hal-hal yang lain,” kata Horas, Rabu (25/8/21).
Lanjut Horas kembali, terkait laporan tersebut masih ada proses-proses dan dewan kode etik yang akan menjawabnya. “Saya hanya bisa dan hak hukum saya melaporkan balik (Manuntun) dan hanya sebatas itu yang bisa saya jelaskan,” ujarnya.
Sementara itu, kuasa hukum korban, Erni Harefa mengatakan, pihaknya berharap laporan yang mereka layangkan dapat segera diproses di Polres Pematangsiantar.
“Soal laporan itu, sudah kita serahkan ke Polres. Kita mintanya segera diproses. Dan Pak Manuntun (almarhum) semasa hidupnya sudah dimintai keterangan. Belum ada informasi lanjutan, karean informasi yang kami dapat penyidiknya lagi kurang sehat,” ujar Erni Harefa, Rabu (25/8/21).
Terpisah, Kanit Ekonomi Satreskrim Polres Pematangsiantar Aipda Bolon Situngkir mengatakan, pihaknya masih melakukan penyelidikan dalam kasus tersebut.
“Masih kita selidiki kasusnya, akan kita panggil untuk dimintai keterangan semuanya,” pungkasnya.(mistar)