seputar-Medan | Bonard TF Pakpahan (75) warga Jakarta Timur yang menetap di Jalan Pabrik Tenun, Medan menjalani sidang perdana di Ruang Cakra 7 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Rabu (4/8/2021). Pensiunan PNS ini, didakwa memalsukan surat tanah.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ramboo Loly Sinurat dalam dakwaannya, menguraikan berawal pada tahun 1992 terdakwa Bonard bersama dengan saksi Tjoen Pin alias Toni Lukman, akan melakukan jual-beli tanah di Jalan Medan-Tanjung Morawa, Km 7,5 seluas 3.377 M2.
Karena Tjoen Pin ingin mengurus surat-surat tanah tersebut, maka saksi meminta terdakwa memberikan surat-surat yang diperlukan. Terdakwa pun memberikan satu bundel surat-surat tanah tersebut.
“Akan tetapi, pada saat diberikan satu bundel surat-surat tanah, saksi tidak mengecek lagi surat-surat yang diberikan oleh terdakwa,” ujarnya di hadapan Hakim Ketua Safril Batubara.
Lebih lanjut, pada saat akan dilakukan cek bersih oleh pihak kecamatan, diketahui ada beberapa surat yang tidak asli (hanya berupa fotokopi). Diantaranya, Surat Keterangan Tanda Ganti Kerugian tanggal 25 September 1954 yang ditandatangani oleh Penghulu Kampung Timbang Deli; Salinan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor : SK/303/H/M/DA/72 tanggal 10 Februari 1972;
“Dan Salinan Surat Mahkamah Agung RI Nomor : 1207K/Sip/1979 tanggal 30 Agustus 1980,” sebutnya.
Atas hal itu, Tjoen Pin segera memberitahukan kepada terdakwa. Namun terdakwa meminta saksi bertanggung jawab terhadap surat yang hilang. Kemudian, Tjoen Pin memberikan kuasa kepada Herman Kojaya Siregar untuk mengurus surat-surat yang hilang guna kelengkapan jual-beli tanah tersebut.
Singkat cerita, pada 24 Juni 1993, saksi Tjoen Pin menjual tanah yang berada di Jalan Medan-Tanjung Morawa Km 7,5 seluas 3.377 M2 kepada saksi Kustandy Tani sesuai dengan Surat Perjanjian Pelepasan Hak dan Ganti Rugi Nomor 593.83/26/SPPH-GR/MA/VI/1993 tanggal 24 Juni 1993.
“Surat itu ditandatangani oleh saksi Tjoen Pin, Kustandy Tani di hadapan Chandra Ansari selaku Camat Medan Amplas, Sutikno selaku Lurah Harjosari II, Abdullah Siregar selaku Kepling VI, dan Kriswan selaku Sekwilcam Medan Amplas,” sebut JPU.
Kemudian, pada 9 Februari 1995, saksi Kustandy Tani membeli tanah yang berada di Lingkungan VIII, Kelurahan Harjosari II, Kecamatan Medan Amplas seluas 930 m2, dari saksi Ahmad Sofyan, sesuai dengan Surat Perjanjian Pelepasan Hak dan Ganti Rugi Nomor : 593.83/24/SPPH-GR/MA/1995 tanggal 09 Februari 1995, yang mana tanah ini bersebelahan dengan tanah yang telah dibeli sebelumnya oleh Kustandy.
Pada 17 Agustus 2010, terdakwa Bonard memberikan kuasa kepada saksi Henry Tarigan, untuk mengurus Sertifikat Hak Milik tanah yang berada di Jalan SM Raja seluas 6.725 M2. Pada 20 April 2011 terdakwa melalui kuasanya, mengajukan permohonan Sertifikat Hak Milik tanah yang berada di Jalan SM Raja seluas 6.725 M2 kepada Kepala Kantor Pertanahan Kota Medan.
Ternyata, SHM No : 3389 milik terdakwa sebagian dari tanah tersebut adalah milik saksi Kustandy yang telah dibeli dari saksi Tjoen Pin dan saksi Ahmad Sofyan. Atas kejadian yang dialaminya saksi Kustandy, selanjutnya melaporkan ke Polrestabes Medan.
“Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 266 KUHP atau Pasal 263 KUHP atau Pasal 378 KUHP,” pungkas JPU.
Usai mendengarkan dakwaan, majelis hakim memberikan kesempatan kepada terdakwa melalui penasihat hukumnya untuk menyampaikan nota keberatan atas dakwaan (eksepsi) pada sidang pekan depan. (AFS)