seputar-Medan | Dukungan pemerintah pada UMKM kecil kini menjadi semakin kuat melalui UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang baru saja di selesaikan. Diketahui dalam perubahan peraturan dalam UU Pajak Penghasilan (PPh) antara lain berupaya meningkatkan keadilan kepada masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah termasuk pengusaha UMKM pribadi maupun UMKM badan.
” Pemerintah telah memberi dukungan pada UMKM melalui 6 stimulus yakni pertama bunga subsidi UMKM, kedua melalui bantuan di usaha mikro, ketiga subsidi imbal jasa penjaminan, keempat penempatan dana pada bank umum, kelima restrukturisasi kredit dan terakhir keenam intensif pajak,” kata Kepala Perwakilan Kemenkeu Sumatera Utara (Sumut), Tiarta Sebayang melalui webinar zoom pembukaan Hari Oeang Republik Indonesia (HORI) ke-75 Tahun 2021, Jumat (22/10/2021).
Tiarta menyatakan, dukungan diberi pemerintah karena diketahui selama pandemi omset yang menurun telah menyebabkan UMKM tidak mampu membayar segala biaya operasional dan gaji karyawan, sehingga menyebabkan kekurangan karyawan yang artinya menambah pengangguran. Padahal UMKM sebagai kunci utama penopang perekonomian nasional. Merujuk data dari Dirjen Koperasi dan UMKM, UMKM telah menyerap 97% dari total tenaga kerja kita yang ada dan memberikan 60% kontribusi terhadap Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Nasional.
“Untuk itu, pemerintah berupaya untuk memaksimalkan memberikan dukungan untuk para pelaku UMKM sehingga para UMKM dapat mampu bertahan melalui dimasa pandemi ini dan bisa pulih kembali,” ujar Tiarta.
Sesuai tema yang diusung “Dukungan Pemerintah Bagi UMKM Melalui Intensif Pajak dan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan, Tiarta menyebutkan, insentif pajak ini juga bagai angin segar di tengah pandemi Covid-19. Karena dapat dinilai memberikan kemudahan bagi sektor perekonomian yang terdampak.
“Insentif pajak suatu kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah berupa pengurangan beban pajak yang ditanggung oleh wajib pajak atau pajak yang ditanggung oleh pemerintah,” sebut Tiarta.
Insentif pajak jenis ini, kata Tiarta memberikan fasilitas pada wajib pajak yang tidak perlu lagi membayar atau melakukan penyetoran pajak dalam waktu yang telah ditentukan menurut kebijakan pemerintah. Para pelaku UMKM dapat mengajukan insentif pajak sampai akhir 2021 yaitu insentif PPH Final tarif 0,5% yang ditanggung oleh pemerintah.
“Dengan adanya pajak ditanggung pemerintah UMKM tidak perlu lagi melakukan setoran pajak. Pihak-pihak yang berinteraksi dengan UMKM juga tidak perlu melakukan pemotongan pajak saat bertransaksi. Ini juga membantu para pelaku UMKM dari potensi kebangkrutan karena pandemi. Sehingga kegiatan ekonomi di kalangan UMKM tetap berjalan tanpa dibebani pajak. Pajak juga dapat mengurangi suatu pengeluaran suatu usaha. Insentif pajak juga dapat meningkatkan belanja masyarakat. Karena dengan insentif pajak ini akan bisa menjadi lebih murah dibandingkan sebelumnya,” jelasnya.
Insentif ini, kata Tiarta sekaligus meningkatkan investor di kalangan asing karena mendorong investor asing atau investor dalam negeri akan lebih tertarik untuk mengembangkan usaha dengan adanya insentif pajak tersebut. Untuk itu diharapkan insentif pajak pemerintah ini terutama pada kalangan UMKM akan berpengaruh positif dalam meningkatkan perekonomian Indonesia terutama di masa pandemi ini. Bisa juga mempercepat pemulihan ekonomi tentunya,” ungkapnya.
” Pemerintah menyepakati usulan fraksi DPR untuk melebarkan lapisan penghasilan orang pribadi yang dikenai tarif PPH ternak 5% dari penghasilan kena pajak sampai dengan Rp50 juta menjadi Rp60 juta. Sedangkan besaran penghasilan tidak kena pajak tidak berubah yakni Rp4,5 juta per bulan ataupun Rp54 juta per tahun untuk pribadi lajang. Ini artinya masyarakat dengan penghasilan penghasilan dengan Rp4,5 juta per bulan tetap terlindungi dan tidak membayar pajak penghasilan sama sekali,” tuturnya.
UU APBN juga menunjukkan keberpihakan pada usaha UMKM baik orang pribadi dan badan. Bagi UMKM yang selama ini membayar dengan tarif maksimal 0,5% sesuai PP 23 Tahun 2018 diberikan insentif berupa pajak tidak kena pajak atas peredaran ruko hingga Rp500 juta setahun. Sedangkan bagi UMKM Badan tetap UMKMĀ didirikan fasilitas penggunaan tarif PPh Badan sebesar 50% sebagaimana diatur dalam Pasal 31E UU PPh.
“Jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa pelayan sosial dan lainnya diberikan fasilitas pembebasan PPN. Meskipun berupa barang dan jasa kena pajak, masyarakat dengan penghasilan kecil dan menengah tetap tidak akan membayar PPN atas konsumsi kebutuhan pokok tersebut,” imbuhnya. (Siong)