seputar-Jakarta | Pemerintah resmi menetapkan aturan tentang pengenaan pajak penjualan pulsa, voucher hingga token listrik. Pengenaan pajak ini akan berlaku mulai besok, Senin, 1 Februari 2021.
Aturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 6 tahun 2021 tentang perhitungan dan pemungutan PPN dan PPh terkait dengan penjualan pulsa, kartu perdana, token dan voucher.
Dalam aturan ini dikatakan bahwa mulai besok, akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen untuk setiap penjualan kartu perdana, pulsa, dan voucher listrik yang dilakukan oleh distributor.
“Bahwa kegiatan pemungutan PPN dan PPh atas pulsa, kartu perdana, token dan voucher perlu mendapat kepastian hukum,” tulis beleid tersebut.
Tertuang di pasal 2, ditegaskan atas penyerahan barang kena pajak (BKP), berupa pulsa dan kartu perdana, oleh pengusaha penyelenggara jasa telekomunikasi dan penyelenggara distribusi dikenai PPN. Dengan kata lain, penyedia pulsa dan para penjual pulsa yang akan dipungut pajaknya.
Pulsa dan kartu perdana dapat berbentuk voucher fisik atau elektronik. Penyerahan BKP berupa token oleh penyedia tenaga listrik dikenai PPN.
Token yang dimaksud merupakan token listrik yang termasuk BKP tertentu yang bersifat strategis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan, pengenaan PPN sebesar 10 persen terhadap penjualan tersebut sudah ada sejak lama. Namun saat ini diperjelas dalam pengaturan detail.
“PPN pulsa dan kartu perdana, selama ini sudah berjalan 10 persen. Ini pengaturan untuk ada kepastian hukumnya,” ujar Yoga kepada CNBC Indonesia.
Menurutnya, sebelumnya pengenaan pajak ini diatur untuk keseluruhan PPN, sedangkan saat ini diperjelas. Selain itu, selama ini pajak yang dikenakan berlipat yakni dari perusahan penyedia layanan telekomunikasi kepada distributor pertama dan distributor pertama ke distributor kedua.
Kemudian, distributor kedua juga memberlakukan PPN bagi penjual ritel (eceran). Lalu, penjual ritel juga mengenakan PPN 10 persen ke konsumen.
Meski pengenaan pajak ke konsumen dinilai tidak dilakukan oleh semua pengecer. Namun, ini menbuat pengenaan PPN terlalu berlapis.
Maka dengan aturan baru ini, PPN dikenakan hanya sampai distributor tahap dua. Sebab, pengecer juga tidak memiliki faktur pajak pemasukan.
“Dengan PMK, dibatasi pemugutan sampai distributor tingkat dua,” ujarnya.
Ini juga memberikan kepastian bagi penjual pulsa eceran di mana banyak yang tidak mengenakan PPN bagi konsumennya.
“Jadi, sebenernya sekarang pun, kalau kemudian pengecer diperiksa kok nggak pungut (PPN) bisa jadi masalah, dengan PMK diberikan kepastian pemungutan PPN jadi sampai tingkat dua,” tegasnya.
Sementara itu, untuk pengenaan PPN bagi voucher hingga token listrik yang dipajaki adalah selisih dari harga jual dan nominal voucher atau token.
“Kayak market place jual token dapat fee dari pembeli. Yang terhutang PPN yang atas jasa. Bukan nilai tokennya,” imbuhnya.
Ia menjelaskan, misalnya market place menjual voucher nilai Rp 500 ribu seharga Rp 505 ribu, maka yang dikenakan PPN adalah selisihnya yang sebesar Rp 5 ribu.
“Jadi, selisihnya yang dikenakan PPN,” tegasnya.
Sebelumnya Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati buka suara mengenai penerapan pajak untuk produk pulsa dan token listrik. Inti kebijakan ini tak berpengaruh pada konsumen.
Melalui akun instagramnya @smindrawati, Mantan Managing Director Bank Dunia itu menjelaskan mengenai pemajakan pulsadan token listrik yang dituangkan dalam PMK No 6/PMK.03/2021. Ia menjelaskan bahwa hal ini tidak berpengaruh terhadap harga kartu perdana dan token listrik.
Berikut ulasan penjelasan Menkeu Sri Mulyani :
“PENJELASAN MENGENAI BERITA PEMAJAKAN ATAS PULSA/KARTU PERDANA, TOKEN LISTRIK DAN VOUCER.
(PMK 06/PMK.03/2021)
1. Ketentuan tersebut TIDAK BERPENGARUH TERHADAP HARGA PULSA /KARTU PERDANA, TOKEN LISTRIK DAN VOUCHER.
2. Selama ini PPN dan PPh atas pulsa/kartu perdana, token listrik, dan voucher SUDAH BERJALAN. JADI TIDAK ADA PUNGUTAN PAJAK BARU UNTUK PULSA, TOKEN LISTRIK DAN VOUCHER.
3. Ketentuan tersebut BERTUJUAN MENYEDERHANAKAN PENGENAAN PPN DAN PPH atas pulsa/kartu perdana, Token listrik dan Voucher, dan untuk MEMBERIKAN KEPASTIAN HUKUM.
PENYEDERHANAAN PENGENAAN ADALAH SEBAGAI BERIKUT:
1. PEMUNGUTAN PPN
a. Pulsa/kartu perdana
Dilakukan penyederhanaan pemungutan PPN, sebatas sampai pada distributor tingkat II (server).
SEHINGGA DISTRIBUTOR TINGKAT PENGECER YANG MENJUAL KEPADA KONSUMEN AKHIR TIDAK PERLU MEMUNGUT PPN LAGI.
b. Token Listrik
PPN TIDAK DIKENAKAN ATAS NILAI TOKEN, namun hanya dikenakan atas JASA PENJUALAN/KOMISI yang diterima agen penjual.
c. Voucer
PPN TIDAK DIKENAKAN ATAS NILAI VOUCHER – karena Voucher adalah Alat pembayaran setara dengan uang. PPN hanya dikenakan atas JASA PENJUALAN/PEMASARAN berupa KOMISI atau selisih harga yang diperoleh agen penjual.
2. Pemungutan PPh Pasal 22 atas pembelian oleh distributor pulsa, dan PPh Pasal 23 atas jasa penjualan/pembayaran agen token listrik dan voucher MERUPAKAN PAJAK DIMUKA BAGI DISTRIBUTOR/AGEN YANG DAPAT DIKREDITKAN (dikurangkan) dalam SPT Tahunannya.
JADI TIDAK BENAR ADA PUNGUTAN PAJAK BARU UNTUK PULSA, KARTU PERDANA, TOKEN LISTRIK DAN VOUCHER,” tegas Sri Mulyani.
Ia juga menekankan kepada masyarakat bahwa pajak yang dibayarkan dari pembelian pulsa dan token listrik itu akan bermanfaat bagi pembangunan.
“PAJAK YANG ANDA BAYAR JUGA KEMBALI UNTUK RAKYAT DAN PEMBANGUNAN.
KALAU JENGKEL SAMA KORUPSI -MARI KITA BASMI BERSAMA..!” Tambahnya. (cnbcindonesia)