seputar-Medan | Di masa pandemi seperti saat ini, teknologi digital akan selalu ada di setiap aspek kehidupan. Bahkan sebelum pandemi, perlu diingat bahwa terdapat pemain baru di dunia digital yang menawarkan berbagai solusi di kehidupan sehari-hari, seperti munculnya berbagai fintech, aplikasi hiburan, transportasi online dan lainnya.
Karenanya potensi digital pada aspek sistem pembayaran di masa Covid-19 kemudian semakin tinggi, terutama karena adanya pembatasan mobilitas masyarakat sehingga penggunaan transaksi tatap muka semakin massif dan berdampak pada potensi peningkatan akseptasi ekonomi digital.
Hal itu disampaikan Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara (Kepala KPw BI Sumut) Soekowardojo pada kegiatan Webinar kedua 2ndSUMATRANOMICS dengan tema Leveraging Digital Economy Potential for Better Tomorrow, Senin (16/08/2021).
Kegiatan ini turut menghadirkan Ketua Dewan Riset dan Inovasi Sumatera Utara, Prof.Dr.Ir. Darma Bakti, MS, Lis Sutjiati (Staf Khusus Menteri Kominfo Bidang Ekonomi Digital (2014-2019) dan Moh.Rosihan (Asosiasi E-commerce Indonesia IdEA) serta moderator Poppy Zeidra (News Anchor BeritaSatu)
Soekowardojo menjelaskan, Bank Indonesia mendukung pemulihan ekonomi nasional dengan menerapkan bauran kebijakan yang berkoordinasi erat dengan Pemerintah dan KSSK. Terkait digitalisasi sistem pembayaran, Bank Indonesia menargetkan perluasan akseptasi ekonomi digital melalui QRIS 12 juta merchant di seluruh Indonesia pada tahun 2021.
Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia
Selain itu, Bank Indonesia juga mengembangkan BI FAST sistem pembayaran, interlink digital banking dan fintech, serta berbagai agenda lainnya yang semuanya dirangkum dalam Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025.
“BSPI 2025 berorientasi penuh pada upaya membangun ekosistem yang sehat dan sebagai pemandu perkembangan ekonomi dan keuangan digital di Indonesia,” papar Soeko.
BSPI 2025 sebut Soeko, memiliki visi untuk membangun ekosistem ekonomi dan keuangan digital 2025 sehingga mampu membawa 91,3 juta penduduk unbanked dan 62,9 juta UMKM ke dalam ekonomi dan keuangan formal secara sustainable melalui pemanfaatan digitalisasi.
Dalam BSPI 2025, terdapat 5 inisiatif utama yakni pertama dengan mengembangkan standar open Application Programming Interfaces (API) untuk mendukung standar antara perbankan dengan Fintech. Inisiatif kedua adalah pengembangan Sistem Pembayaran Ritel 24/7 yakni pengembangan infrastruktur BI FAST dan QRIS.
Inisiatif selanjutnya adalah pengembangan infrastruktur pasar keuangan dan sistem pembayaran. Inisiatif ke empat adalah terkait optimalisasi data namun tetap menjaga aspek perlindungan konsumen. Dan inisiatif terakhir adalah pembentukan regulasi yang mendukung.
“Untuk mendukung realisasi dari visi BSPI 2025, marilah kita mencermati perkembangan layanan sistem pembayaran dan uang elektronik khususnya di Sumatera Utara. Dari sisi arus kas, Sumatera Utara mencatatkan net inflow yang lebih besar dari net outflow sesuai dengan tren pasca HBKN Idul Fitri,’ ungkap Soeko.
Adapun transaksi nontunai bernilai besar melalui Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI RTGS) maupun ritel melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) di Sumut juga masih terus tumbuh positif.
“Dari sisi perkembangan uang elektronik, data yang kami miliki memang terdapat sedikit lag. Namun, secara bulanan dapat diamati bahwa volume dan nominal transaksi uang elektronik memiliki tren yang positif sehingga sangat berpotensi untuk terus dikembangkan,” ucap Soeko.
QRIS dan TP2DD
Masih kata Soeko, dari sisi perkembangan akseptasi ekonomi digital yang dapat dilihat dari perkembangan transaksi QR Code Indonesian Standard (QRIS), merchant QRIS di Sumatera Utara terus mencatatkan peningkatan volume dan nominal transaksi.
Adapun hingga awal Juli 2021 telah terdapat sekitar 330.636 merchant QRIS di Sumatera Utara, dengan 66,6% merchant QRIS tersebut merupakan merchant dengan skala usaha mikro. “Hal ini merupakan hasil dari upaya perluasan QRIS di berbagai komunitas untuk mendukung target QRIS 12 juta merchant,” sebut Soeko.
Untuk itu, imbuh Soeko, QRIS akan terus dikembangkan sehingga tidak hanya memiliki mode scan barcode merchant (MPM) namun merchant pun dapat scan barcode pelanggan (CPM). Selain itu, QRIS juga akan dikembangkan sehingga dapat menyentuh transaksi cross border antar wilayah.
Di sisi pemerintah, jelas Soeko, percepatan dan perluasan elektronifikasi transaksi Pemda juga terus digalakkan melalui pembentukan Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (TP2DD).
“Persentase pembentukan TP2DD di wilayah Sumut hingga kini mencapai 88% dengan kabupaten dan kota yang belum membentuk adalah Deli Serdang, Simalungun, Labuhan Batu Selatan, dan Nias. Hal ini perlu kita upayakan bersama agar seluruh wilayah Sumatera dapat membentuk TP2DD agar memenuhi himbauan dari Kepres P2DD pada Maret 2021 lalu,” harap Soeko. (Siong)