seputar-Belawan | “Sudah jatuh ditimpa tangga.” Pepatah ini sangat cocok menggambarkan penderitaan nelayan kecil terutama nelayan pancing di Belawan, Kota Medan, Sumatera Utara, akibat masih maraknya aktivitas kapal pukat trawl milik para pengusaha penangkap ikan di Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan (PPSB).
Harapan nelayan kecil aparat terkait seperti dari Badan Keamanan Laut (Bakamla), Direktorat Kepolisian Air, Kesyahbandaran Pelabuhan, dan Pengawasan Sumber Daya Kelautan Perikanan (PSDKP) menindak tegas kapal-kapal pukat itu, seolah hanya tinggal harapan.
Padahal aktivitas kapal-kapal pukat trawl itu semakin mengganas menangkap ikan di zona tangkapan nelayan kecil. Kondisi ini membuat nelayan kecil yang hidupnya sudah menderita karena dampak pandemi Covid-19, semakin sengsara karena kini hasil tangkapan mereka sangat sedikit.
Sikap aparat berwenang terkait yang seolah melakukan pembiaran terhadap maraknya akvitas kapal-kapal pukat trawl menangkap ikan di zona tangkapan nelayan kecil, semakin melengkapi derita nelayan kecil di Belawan.
Tak hanya merugikan nelayan kecil, aktivitas kapal-kapal pukat trawl itu jua sangat merusak biota dan ekosistem laut.
Aparat terkait seharusnya tidak hanya menangkap kapal-kapal nelayan asing saja, tetapi juga menangkap kapal-kapal ikan pukat trawl di Belawan yang diduga memanipulasi surat izin sehingga menangkap ikan secara ilegal.
“Nelayan kecil yang miskin itu seyogianya harus dilindungi pemerintah atau aparat terkait apalagi saat pandemi Covid-19 ini,” kata pemerhati sosial Hotbiner Silaen SH MMin, Rabu (27/1/2021).
Pemerintah, kata dia, harus menyejahterakan nelayan kecil. Kalau pukat trawl dan sejenisnya sudah dilarang berdasarkan Permen 02 Tahun 2015, maka kapal-kapal penangkap ikan yang melanggar larangan itu harus ditindak.
“Kalau pemerintah mau melakukan penegakan Undang-Undang Perikanan, jangan hanya terhadap kapal ikan asing saja yang ditangkap, karena pukat trawl pun illegal fishing,” kata Amir, salah seorang nelayan kecil di Belawan.
Ditambah lagi akibat terbitnya Peraturan Menteri KP yang merevisi Permen KP No 71 Tahun 2016 tentang zona dan alat tangkap nelayan, berakibat timbulnya penafsiran baru bagi para nelayan kecil.
“Seharusnya Peraturan Menteri KP berpihak kepada nelayan kecil bukan malah lebih berphak pada kepentingan para pengusaha kapal-kapal pukat trawl tersebut,” ujarnya.
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Medan diharapkan turun tangan menindak tegas kapal-kapal pukat trawl tersebut.
Apalagi kapal-kapal berbobot 30 GT ke atas tersebut diduga rata-rata memanipulasi perizinan yaitu Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI), Surat izin Usaha Perikanan (SIUP), Surat Laik Operasi (SLO), dan Surat
Persetujuan Berlayar (SPB).
Per 1 Januari 2017, KKP sudah resmi melarang pukat trawl atau pukat harimau melalui Permen KP No 2 Tahun 2015.
Saat itu Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menegaskan bahwa alat tangkap ikan pukat harimau (trawl) dan pukat tarik (seine nets) tidak diperbolehkan lagi digunakan di perairan Sumatera Utara mulai awal tahun 2018. (DP)