seputar – Jakarta | Sejumlah negara mengalami krisis sumber daya energi. Mulai dari Tiongkok, Eropa, hingga India. Menurut laporan Global Times, Sabtu (9/10), krisis listrik di Tiongkok telah membuat pemadaman listrik massal di tiga provinsi sejak September 2021.
Tiga provinsi itu adalah Heilongjiang, Jilin, dan Liaoning. Pemadaman listrik mengganggu aktivitas warga dan bisnis sehari-hari. Kekurangan pasokan listrik juga terjadi di Provinsi Guangdong. Provinsi itu menjadi pusat industri dan distribusi logistik utama Tiongkok.
Pejabat lokal menyampaikan banyak perusahaan yang mengurangi jam kerja pegawai menjadi dua atau tiga hari per minggu.
Tiongkok sebenarnya telah dilanda krisis listrik sejak Juni 2021 lalu. Situasinya kian memburuk akibat harga energi terus melonjak dan ambisi Beijing mencapai target emisi karbon sebelum 2030.
Masalahnya, ambisi Tiongkok mewajibkan seluruh provinsi mengurangi penggunaan energi konvensional dalam setiap sektor perekonomian, termasuk mengurangi produksi pembangkit listrik berbasis batu bara.
Krisis listrik di Tiongkok disebut-sebut akan mengancam pertumbuhan ekonomi negeri Tirai Bambu itu. Sebab, kegiatan industri dan rantai pasok terganggu akibat pemadaman listrik.
Tak sendirian, Eropa juga mulai khawatir dengan pasokan energi. Pasalnya, tarif energi seperti gas alam semakin mahal sejak September 2021.
Sebagaimana dilansir dari CNN, Sabtu (9/10/2021), harga grosir gas alam mencatatkan kenaikan tertinggi di Inggris, Prancis, Spanyol, Jerman, dan Italia. Selain itu, tagihan listrik untuk rumah tangga dan bisnis juga melonjak.
Tarif listrik yang mahal diproyeksi berlanjut selama musim dingin. Hal ini karena warga butuh banyak bahan bakar untuk mengaktifkan listrik dan sistem pemanas.
“Kami telah melihat harga yang semakin meningkat. Ini semakin mengkhawatirkan karena kebutuhan energi akan semakin tinggi di musim dingin,” ungkap Dimitri Vergne, kepala Tim Energi di The European Consumer Organization.
Sebelumnya, Spanyol telah mengumumkan tindakan darurat untuk memangkas tagihan energi. Sementara, sejumlah pihak berpendapat krisis energi di Eropa berada di sektor energi baru terbarukan.
Diketahui, Eropa sendiri banyak berinvestasi dalam penggunaan energi terbarukan, seperti angin dan matahari. Namun, Eropa dinilai masih belum bisa memberikan energi hijau yang mencukupi kebutuhan warga.
Selanjutnya, India juga berpotensi menyusul Tiongkok dan Eropa yang terancam mengalami krisis listrik dalam beberapa bulan mendatang. Hal ini karena stok batu bara di sebagian besar pembangkit listrik turun ke tingkat yang sangat rendah.
Mengutip CNN Business, Central Electricity Authority (CEA) India menerangkan sebanyak 63 dari 135 pembangkit listrik tenaga batu bara di negara tersebut hanya memiliki pasokan batu bara untuk dua hari.
Kemudian, 75 pabrik hanya bisa beroperasi kurang dari lima hari. Situasi ini membuat India terancam mengalami krisis listrik.
Meski pembangkit tak akan mati total dalam hitungan hari, tetapi pembangkit sangat rentan terhadap gangguan lebih lanjut karena lonjakan permintaan dan kurangnya pasokan batu bara.
Sebagai informasi, batu bara menyumbang hampir 70 persen dari pembangkit listrik milik Pemerintah India. Menteri Kekuasaan R K Singh mengatakan situasi ini tidak nyaman untuk lima hingga enam bulan ke depan.(CNN)