seputar – Jakarta | Fenomena penggunaan pinjaman online (pinjol) dan buy now pay later (BNPL) masih marak di Indonesia. Fenomena tersebut tak jarang memicu munculnya pinjol-pinjol ilegal.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core), Piter Abdullah menjelaskan maraknya penggunaan pinjol tidak lepas dari situasi yang mendesak dan tidak mempunyai alternatif lain untuk memperoleh uang dengan cepat.
“Kalau orang Indonesia banyak kasus yang berutang dikarenakan kondisi. Jadi, banyak yang berutang ya itu karena banyak orang merasa terdesak dan kondisinya mereka tidak punya alternatif, tidak punya pilihan, tidak punya tempat berutang, untuk tumpuan dia tuh enggak ada,” katanya kepada detikcom, Minggu (10/9/2023).
New Slot – After Paragraf 5
Menurutnya, memang ada sebagian orang berutang dengan tujuan mencari keuntungan, tapi lebih banyak karena kebutuhan yang mendesak. Saat kondisi yang mendesak itulah para pinjol ini menawarkan pinjaman.
“Misal, anak sakit, orang tua sakit, nggak punya uang. Saat kondisi seperti ini nggak memikirkan apa-apa. Bagaimana anak ke dokter, bagaimana ibu kita ke dokter. Posisinya begitu ada orang yang menawarkan, mau bunganya tinggi atau segala macam, ya nggak peduli. Yang penting anak saya ke rumah sakit dulu,” jelasnya.
Penyebab lainnya, arena tidak terbukanya kepada keluarga, teman, atau tetangga. Menurutnya, ada rasa malu meminjam uang ke kerabat terdekat. Hal ini juga dibenarkan oleh Perencana Keuangan Andy Nugroho.
Dia mengatakan pinjam kepada orang terdekat harus menyiapkan mental terlebih dahulu karena bisa menjadi bahan julid. “Sebenarnya kalau bicara tentang pinjam duit yang paling aman, kalau seandainya dia udah bayar ya paling aman ya pasti ke orang tua, relasi, saudara, pasti aman lah. Cuma masalahnya adalah kalau kita pinjam ke orang-orang tersebut pasti dijulidin gitu,” jelasnya.
Hal ini dikarenakan adanya rasa tidak percaya kepada si peminjam untuk mengembalikan tepat waktu. Apalagi sampai ada kasus yang harus ditagih-tagih terlebih dahulu.
Selain itu, Andy menambahkan kurangnya literasi keuangan dan adanya akses pinjam yang mudah. Misalnya, cukup mengunduh aplikasi, mengisi data diri, swafoto bersama KTP, lalu dana yang dibutuhkan cair dengan cepat tanpa harus malu apalagi mendengarkan komentar orang lain.
“Dengan begini, kita pinjam ke orang asing mungkin kita terhindar dari rasa malu tersebut. Terus ditambah mungkin bisa jadi literasi masyarakat kurang juga. Artinya, cuma sekedar mikir gimana caranya dapat pinjaman uang tapi nggak berpikir gimana nanti cara mengembalikannya. Ataupun kita nggak memperhatikan lagi berapa si uang yang kita bayar,” ujar dia. (detik)