seputar-Medan | Inflasi di Provinsi Sumatera Utara pada bulan November 2022 secara bulanan diprakirakan sedikit lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya.
Prakiraan peningkatan curah dan sifat hujan berpotensi mengganggu produksi beberapa komoditas pangan dan perikanan. Disamping potensi bencana hidrometeorologi dan cuaca buruk yang menyebabkan ombak besar, berlanjutnya kelangkaan solar juga dapat menghambat nelayan untuk melaut.
Hal itu disampaikan, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara, Doddy Zulverdi pada acara Bincang Bareng Media secara online dan offline, Jum’at (25/11/2022)/
“Masih tingginya harga gabah dan berakhirnya masa panen beberapa komoditas hortikultura di bulan November 2022 diprakirakan turut menjadi faktor pendorong inflasi Sumatera Utara pada bulan tersebut,” kata Doddy.
Begitupun sebut Doddy, koordinasi TPIP maupun TPID Provinsi dan Kab/Kota dalam GNPIP, percepatan realisasi alokasi anggaran pengendalian inflasi, dan normalisasi kebijakan moneter Bank Indonesia diprakirakan menjadi faktor penahan inflasi Sumatera Utara lebih tinggi periode November 2022.
Prakiraan tingkat curah hujan pada November 2022 umumnya juga berada dalam kategori menengah (67,6%) dan tinggi (31,0%). Sementara itu, prakiraan sifat hujan Sumut bulan November 2022 umumnya berada pada kategori normal (49,6%) dan atas normal (34,0%).
“Sebagai dampak spillover eksternal dan domestik, di tengah percepatan pemulihan ekonomi dan normalisasi permintaan masyarakat, inflasi Sumatera Utara pada tahun 2022 diprakirakan lebih tinggi dari 2021 serta berpotensi berada di atas batas sasaran inflasi nasional 3%±1%,”sebut Doddy sembari melanjutkan meskipun, terdapat faktor-faktor pendorong dan penahan inflasi yang dapat dicermati dan diantisipasi sebagai langkah pengendalian inflasi.
Adapun sejumlah faktor pendorong inflasi Sumatera Utara Tahun 2022 yaitu :
- Relatif terkendalinya infeksi COVID 19 di Sumatera Utara dan pencapaian vaksinasi yang baik diperkirakan akan mendorong tetap tingginya mobilitas masyarakat sehingga berdampak pada tetap tingginya permintaan di berbagai sektor usaha.
- Kenaikan biaya energi dan bahan baku termasuk harga pakan ternak dan harga pupuk, akibat masih berlanjutnya ketegangan geopolitik di Rusia Ukraina.
- Potensi bencana hidrometeorologi akibat curah hujan tinggi yang dapat mengganggu produksi dan distribusi komoditas pangan.
- Normalisasi tarif listrik dan kenaikan tarif angkutan udara sebagai dampak pulihnya permintaan dan kenaikan harga bahan bakar avtur.
- Implementasi UU HPP berupa kenaikan tarif PPN dan kenaikan harga bahan bangunan di tengah percepatan berbagai proyek pembangunan infrastruktur strategis.
- Dampak lanjutan dari kebijakan penyesuaian harga BBM bersubsidi per tanggal 3 September 2022.
Sedangkan faktor penahan inflasi Sumatera Utara Tahun 2022 yaitu :
1. Produksi
- Koordinasi program pengendalian inflasi TPID Sumut untuk menjaga ketersediaan pasokan.
- Optimalisasi penggunaan pupuk organik, serta Implementasi Digital Integrated Farming.
- Perbaikan pola tanam dan pemetaan siklus tanam terutama di daerah produsen pangan.
- Optimalisasi peran BUMDes sebagai offtaker produk dari petani.
2. Distribusi
- Optimalisasi penggunaan APBD untuk subsidi transportasi.
- Penguatan pengawasan bersama Satgas Pangan untuk menjaga kelancaran distribusi.
- Optimalisasi peran BUMD sebagai penyalur komoditas pangan strategis.
3. Konsumsi
- Optimalisasi anggaran APBD untuk perluasan operasi pasar, pasar murah dan sidak pasar.
- Peningkatan intensitas komunikasi kepada masyarakat untuk menjaga ekspektasi inflasi.
- Perluasan sosialisasi mendorong pola konsumsi produk olahan pangan.
Lebih jauh Doddy menjelaskan, secara bulanan, Indeks Harga Konsumen (IHK) gabungan 5 kota di Sumatera Utara yang mengalami deflasi sebesar -0,51% (mtm), berbalik arah dari bulan sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 1,00% (mtm).
Deflasi pada bulan Oktober ini juga berbeda arah dari rata-rata historis pada periode yang sama selama 3 (tiga) tahun terakhir yang mencatatkan inflasi sebesar 0,04% (mtm). Angka deflasi tersebut juga relatif lebih dalam daripada angka deflasi nasional dan angka deflasi wilayah Sumatera yang masing-masing mencapai -0,11% (mtm) dan -0,33% (mtm).
Sumber deflasi terutama berasal dari kelompok makanan, minuman, dan tembakau dengan andil deflasi sebesar -0,57% (mtm) yang didorong oleh penurunan harga komoditas cabai merah, daging ayam ras, telur ayam ras, cabai rawit, dan tomat.
“Pada bulan Oktober 2022 komoditas cabai merah, daging ayam ras, telur ayam ras, cabai rawit, dan tomat menjadi penyumbang deflasi terbesar Sumatera Utara,”tutur Doddy.
Masih kata Doddy, deflasi utamanya disebabkan oleh melimpahnya pasokan seiring dengan puncak panen raya aneka cabai yang berlangsung di bulan Oktober 2022 dan masuknya masa panen tomat, khususnya di sentra produksi utama yakni Tanah Karo.
Sementara itu, penurunan harga daging ayam ras dan telur ayam ras disebabkan adanya panen ayam di sejumlah sentra produksi peternakan (seperti Kabupaten Deli Serdang dan Kota Pematangsiantar) dan didukung masih berlanjutnya program subsidi Pemerintah terhadap harga pakan ternak.
Meskipun demikian, laju deflasi Sumatera Utara tertahan oleh kenaikan harga ikan dencis, ikan tongkol, beras, bensin, dan bawang merah.(Siong)