seputar – Jakarta | Kasus COVID-19 yang belakangan ini semakin meningkat dipastikan akan mengganggu pemulihan ekonomi. Bahkan dampak terburuknya bisa membuat ekonomi Indonesia terus dinaungi resesi.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira menjelaskan, salah satu dampaknya adalah masyarakat kembali melakukan antisipasi dengan melakukan penghematan belanja. Artinya konsumsi akan menurun drastis.
“Simpanan bank makin gemuk, tapi ekonomi macet. Bank juga bingung mau salurkan pinjaman karena risiko usaha naik. Tadinya kan masyarakat mulai optimis belanja, tapi kondisi ledakan kasus pasca Lebaran menurunkan kembali kepercayaan konsumen,” terangnya dilansir dari detikfinance, Senin (21/6/2021).
Jika itu terjadi, maka tentu sektor yang kembali terdampak adalah restoran, perhotelan, dan sektor pendukung pariwisata. Tak hanya itu, sektor lainnya juga akan ikut terpengaruh seperti sektor transportasi baik darat, laut, dan udara.
“Saya prediksikan akan terdapat gelombang penutupan usaha dan penundaan pembayaran utang perusahaan transportasi yang naik signifikan tahun ini,” tambahnya.
Jika banyak terjadi penutupan usaha, maka artinya badai PHK masih akan menerjang Indonesia. Bhima memprediksi jika itu berulang maka ekonomi RI masih akan dinaungi resesi.
Bhima memperkirakan pertumbuhan ekonomi RI di 2021 hanya akan berada dalam kisaran 2-3%.
Peneliti dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet mengatakan, jika melihat kondisi tahun lalu ketika gelombang pertama kasus Corona terjadi, pertumbuhan ekonomi terkontraksi selama 3 kuartal berturut-turut.
“Hal yang sama lah yang bisa terjadi saat ini. Proses pemulihan ekonomi yang sebenarnya sudah mulai terlihat bisa terganggu ritmenya. Apalagi jika kasus baru terus mengalami penambahan,” terangnya.
Yusuf melanjutkan melihat penambahan kasus COVID-19 yang signifikan belakangan ini semakin menurunkan peluang pertumbuhan ekonomi. Apalagi mencapai target yang dicanangkan Jokowi tersebut.
Namun, bukan berarti pertumbuhan ekonomi akan kembali terkontraksi atau berada di teritori negatif. Hal itu akan bergantung pada intervensi pemerintah nantinya.
“Jika misalnya intervensinya tidak kuat, khususnya dalam penanganan kesehatan, saya kira akan semakin berat mencapai target pertumbuhan 5% yang dicanangkan pemerintah tahun ini. Kalau berbicara kuartal II, dengan adanya peningkatan kasus COVID-19, peluang untuk bisa tumbuh ke sana semakin kecil,” terangnya.
Yusuf memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini berada di kisaran 3-4%. Pemerintah sendiri menargetkan pertumbuhan ekonomi secara tahunan di 2021 mencapai 4,5-5,5%.(detikfinance)