seputar-Medan | Kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) khususnya solar selama beberapa hari terakhir di Sumatera Utara (Sumut) membuat para nelayan tidak bisa melaut untuk menangkap ikan. Akibatnya pasokan ikan kebutuhan masyarakat di Sumut semakin berkurang.
Jika kondisi ini terus berlangsung, harga ikan di pasaran, khususnya di Kota Medan berpotensi melambung. Apalagi diketahui hampir semua pasar tradisional di Kota Medan, selama ini mengandalkan pasokan ikan dari Belawan, Batu Bara, Tanjungbalai, Serdang Bedagai, Asahan, Sibolga bahkan hingga dari Aceh.
Sementara diketahui nelayan-nelayan di daerah-daerah yang menjadi sentra pemasok utama ikan ke Kota Medan, belakangan ini kesulitan mendapatkan pasokan solar untuk kebutuhan kapal-kapal tangkap ikan mereka sehingga membuat mereka tidak bisa melaut.
“Udah seminggu ini (pasokan ikan berkurang),” kata salah satu pedagang ikan di Pasar Simpang Limun, Medan, Jonter Simanjutak, dikutip dari iNews.id, Ahad (17/10/2021).
Ridwan menyebut meski suplai sedikit terganggu, hingga kini harga ikan di Pasar Simpang Limun masih terbilang stabil.
“Tidak terjadi kenaikan tidak juga anjlok. Stabil aja, tapi suplainya aja sejak minggu ini agak minim,” ujarnya.
Sebelumnya, ratusan nelayan di Desa Silo Baru, Kecamatan Silau Laut, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara, melakukan aksi mengibarkan bendera putih setelah gagal melaut. Mereka gagal melaut setelah bahan bakar solar langka.
“Kami sudah merasa jenuh karena kelangkaan BBM ini. Banyak dari kami yang terpaksa libur melaut karena BBM langka. Makanya kami mengibarkan bendera putih ini. Kami ingin sampaikan bahwa kami jemu dengan keadaan ini,” ujar Awalludin Samosir.
Awal bersama nelayan lainnya berharap, situasi kelangkaam BBM ini kembali normal. Sehingga mereka mudah mendapatkan BBM untuk melaut.
“Kalau BBM ini tidak susah, kami bisa melaut seperti biasa dan pulang hari. Tapi saat ini kami kesulitan mendapatkan BBM. Kadang dua hari baru ada,” ucapnya.
Kalau pun BBM tersedia, nelayan harus mengeluar biaya yang lebih besa karena harganya naik. Hal tersebut karena pembelian dengan jerigen di SPBU dibatasi oleh Pertamina.
“Terlalu mahal harganya, dikarenakan mereka itu along-along itu cukup sulit disana. Ada pengawalan, ada hal lain. Sehingga kesulitan mereka mendapatkan minyak itu. Jarak SPBU dari sini jauh, sekitar 20 km. Jadi kami selalu beli minyak dari along-along. Sementara mereka terkendala mendapatkan minyak karena razia,” ucapnya. (inews/gus)