seputar – Jakarta | Bank Dunia mengatakan dampak pandemi virus corona dapat mendorong sebanyak 150 juta orang ke dalam kemiskinan ekstrem pada akhir tahun 2021, menghapus lebih dari tiga tahun kemajuan dalam pengentasan kemiskinan.
Merilis laporan dua tahunan tentang kemiskinan dan kemakmuran bersama pada Rabu (7/10), lembaga pemberi pinjaman pembangunan multilateral itu mengatakan bahwa 88 juta hingga 115 juta orang lainnya akan jatuh ke dalam kemiskinan ekstrem – didefinisikan sebagai hidup dengan kurang dari USD1,90 (Rp28.000) per hari – pada tahun 2020.
Laporan tersebut mengatakan bahwa ini dapat tumbuh menjadi 111 juta hingga 150 juta pada akhir tahun 2021.
Itu berarti 9,1 hingga 9,4% populasi dunia akan hidup dalam kemiskinan ekstrem tahun ini, hampir sama dengan 9,2% tahun 2017 dan mewakili kenaikan pertama dalam persentase kemiskinan ekstrem dalam waktu sekitar 20 tahun.
Tingkat kemiskinan ekstrem 2019 diperkirakan sekitar 8,4% dan diperkirakan turun menjadi 7,5% pada 2021 sebelum pandemi virus corona. Laporan tersebut mengatakan bahwa tanpa tindakan kebijakan yang cepat dan substansial, tujuan jangka panjang untuk memangkas suku bunga menjadi 3% pada tahun 2030 tampak di luar jangkauan.
“Pandemi dan resesi global dapat menyebabkan lebih dari 1,4% populasi dunia jatuh ke dalam kemiskinan ekstrem,” kata Presiden Bank Dunia David Malpass seperti dikutip Reuters.
Dia menyebutnya sebagai “kemunduran serius bagi kemajuan pembangunan dan pengurangan kemiskinan.”
Laporan tersebut menemukan bahwa banyak dari kaum miskin ekstrem baru berada di negara-negara yang telah memiliki tingkat kemiskinan yang tinggi, tetapi sekitar 82% dari mereka berada di negara-negara berpenghasilan menengah, di mana garis kemiskinan didefinisikan sebagai pendapatan USD3,20 (Rp47.000) per hari untuk kelas menengah ke bawah dan pendapatan USD5,50 (Rp82.000) per hari untuk negara berpenghasilan menengah ke atas.
Sementara kemiskinan ekstrem terkonsentrasi di daerah pedesaan di masa lalu, laporan Bank Dunia menemukan bahwa semakin banyak penduduk perkotaan telah terjerumus ke dalam kemiskinan ekstrem karena lapangan pekerjaan yang minim akibat lockdown dan berkurangnya permintaan.
Afrika Sub Sahara memiliki konsentrasi tertinggi dari mereka yang hidup dengan kurang dari USD1,90 per hari, dan dapat melihat peningkatan lebih dari 50 juta orang pada tahun 2021 dibandingkan dengan perkiraan sebelum pandemi virus corona.
Sekitar 42% dari populasi kawasan itu dapat hidup di bawah kemiskinan ekstrem pada tahun 2021 dibandingkan perkiraan sebelum wabah Covid sebesar 37,8%, studi tersebut menunjukkan.
Pandemi Covid-19 juga telah mengakibatkan stagnasi “kemakmuran bersama”, yang didefinisikan sebagai peningkatan pendapatan bagi 40% penduduk termiskin suatu negara. Bank Dunia mengatakan bahwa dari 2012 hingga 2017, pendapatan naik untuk kelompok ini dengan rata-rata 2,3% di 74 dari 91 negara yang datanya tersedia.
Bank Dunia juga menemukan, akibat krisis Covid-19 saat ini telah mengurangi pendapatan 40% orang termiskin, meningkatkan ketimpangan pendapatan dan mengurangi mobilitas sosial.
Untuk kembali ke jalur pengentasan kemiskinan, negara-negara akan membutuhkan tindakan kolektif untuk mengendalikan virus, memberikan dukungan bagi rumah tangga dan membangun ekonomi yang lebih tangguh setelah pandemi mereda.
“Negara-negara perlu mempersiapkan ekonomi yang berbeda pasca-Covid-19, dengan mengizinkan modal, tenaga kerja, keterampilan dan inovasi untuk pindah ke bisnis dan sektor baru,” kata Malpass.(liputan6)