seputar-Jakarta | Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga meminta Komisaris Utama (Komut) PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) untuk tidak bertindak selayaknya Direktur Utama (Dirut).
“Jangan sampai Pak Ahok ini di Pertamina jadi komisaris berasa direktur gitu. Komut rasa Dirut tuh. Jangan. Harus tahu batasan-batasannya,” terang Arya, Minggu (28/11).
Saran itu disampaikan Arya sebagai respons kemarahan Ahok yang menyampaikan bahwa kontrak bisnis kerap merugikan BUMN, termasuk Pertamina.
Ia menyarankan agar Ahok semakin banyak belajar tentang transformasi yang sedang dilakukan kementerian pimpinan Erick Thohir tersebut.
“Kita berharap ke depan Pak Ahok makin banyak nih belajar apa yang sedang dilakukan BUMN, jangan sampai Pak Ahok sebagai Komut ketinggalan kereta,” jelasnya.
Sebab, masalah yang diperbincangkan Ahok sudah menjadi perhatian Kementerian BUMN sejak lama.
Bahkan, Erick Thohir telah mengingatkan agar proyek di perusahaan pelat merah tidak menjadi bancakan korupsi dan kerja sama antar BUMN dapat memberikan keuntungan satu sama lain.
Hingga saat ini, Arya menyatakan kementeriannya sedang menjalankan 5 transformasi yang akan dilakukan seluruh perseroan secara bersamaan.
“Jadi saya bingung juga kalau Pak Ahok nggak paham 5 transformasi yang kita lakukan di BUMN, sebagai Komut itu seharusnya jadi acuan Pak Ahok,” imbuh dia.
Sebelumnya, Ahok dalam kanal YouTube-nya mengatakan banyak kontrak di BUMN yang merugikan termasuk Pertamina. Ia pun marah dengan temuan tersebut, sebab kontraknya justru menguntungkan pihak lain.
“Itu yang saya marah. Kenapa kontrak-kontrak ini menguntungkan pihak lain? Itu mens rea-nya tidak ada,” katanya di akun Youtube Panggil Saya BTP, Jumat (19/11)
Namun hal yang membuatnya kesal, biasanya kontrak-kontrak semacam ini tidak terlalu jadi masalah oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Ujungnya, menurut Ahok, biasanya cuma jadi persoalan salah bayar atau kelebihan bayar.
“Tapi mungkin Anda terlindungi oknum BPK, tidak ada kerugian kali atau dikatakan cuma salah bayar atau kelebihan bayar mungkin. Tapi kalau saya, pasti Anda saya proses,” ucapnya.
Di sisi lain, ia melihat kontrak yang merugikan di BUMN ini terjadi karena direksi yang bersangkutan biasanya diiming-imingi mendapat sesuatu. Misalnya, jabatan di perusahaan swasta usai keluar dari perusahaan pelat merah.
“Jadi kadang-kadang mohon maaf, banyak oknum direksi BUMN seolah-olah takut padahal juga maling. Memang ada mens rea-nya tiba-tiba Anda sudah jadi komut (komisaris utama) di swasta,” tuturnya.
Kendati begitu, mantan gubernur DKI Jakarta itu tidak menyebut kontrak apa yang dimaksud. Begitu juga dengan perusahaan negara yang dianggap memiliki kontrak yang merugikan tersebut. (cnnindonesia)